[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Selasa, 11 Desember 2018

Lendir Amarah

 \Cerpens\

   Dalam temaram, lelaki itu menatap langit-langit, menenangkan deru napas yang masih terlalu. Berpikir, betapa ajaibnya sebuah rasa. Seperti birahi, yang begitu melelahkan namun selalu saja ingin melampiaskannya, bahkan betapa banyaknya segala perangsang disiapkan demi menginginkan lebih dan lebih.
.
   “Semakin lebih semakin melelahkan, namun hasrat selalu meminta lebih dan lebih.” Pikir lelaki itu. Lelaki itu berbisik sendiri, dan tanpa menyadari sepasang mata  cantik di dekatnya terus memperhatikan.
.
   “ Masih kurang sayang?” Suaranya lembut, terdengar mendesah bercampur lelah. Dari suaranya, perempuan itu ingin cepat mengatur ritme napasnya agar normal. Wajahnya jadi sedikit khawatir, melihat wajah lelaki di dekatnya tampak gelisah.
.
  “Aku puas.” Tukas lelaki itu singkat. Lalu jemari perempuan itu menarik wajah lelaki yang terlentang di samping tubuhnya ke mukanya sendiri, lalu menatap sangat dekat.
.
   “Kamu hebat sayang.” Lagi, perempuan itu tersenyum begitu sensual. Demi mengusir segala gundah mereka masing-masing, kembali kedua bibir itu saling melumat.
.
   “Tidur dulu yuk!” Rajuk perempuan itu, perlahan melepaskan lumatan di bibirnya. Dengan tersenyum, lembut perempuan itu mengelus rambut lelakinya.
.
   “Terima kasih sayang.” Bisik lelaki itu balas tersenyum. Hingga akhirnya perempuan itu benar-benar tertidur dengan senyumnya karena lelah, meninggalkannya terjaga sendiri dalam pelukan. Hampir saja lelaki itu ikut terlelap, namun suara mendesah kembali membuat lelaki itu terjaga.
.
   “Sayang, seperti ada orang di balik pintu.” Bisik lelaki itu membangunkan perempuannya dalam lelap.
.
   “Di rumah ini hanya kita berdua sayang, anakku yang satu-satunya hampir tidak pernah tidur di rumah sejak ayahnya minggat.” Akhirnya perempuan itu terbangun, membalas meski seperti mengigau. Hingga keduanya coba memasang telinga lebih tajam, suara itu tidak lagi terdengar. Perempuan itu terlelap kembali, meninggalkan kembali laki-laki yang terjaga di pelukannya.
*
.
Sebelumnya..
.
   Lelaki itu hanya kesal, karena sang istri menolak bercinta dengan alasan lelah, banyak pikiran, dan entah alasan apa lagi demi menolak untuk bercinta dengan suami sendiri, hingga lelaki itu uring-uringan dan merasa tidak dihargai. Bukan hanya masalah birahi lagi sekarang, namun perasaan hampa seorang pemimpin yang tidak di patuhi, juga tidak dicintai. Sedang sang istri hanya hendak memberikan pelajaran kepada sang suami yang dipikirnya tidak dewasa, kekanakan, karena hanya semangat sebatas birahi. Hidup bukan untuk birahi melulu, pikirnya. Perempuan itu ingin suaminya lebih bertanggung jawab, lebih mapan, demi pemenuhan gizi bagi anak-anaknya, demi masa depan keluarganya. Tapi akal berahi di ubun-ubun suaminya tidak sampai ke sana, lelaki itu hanya ingin bercinta, meluapkan segala hasrat mendesaknya dengan halal, penuh nikmat, dan puas, hingga menghabiskan segala siluman erotis dalam benaknya, yang dilihatnya di luar rumah, di kotak televisi, spanduk iklan, atau di mana saja sebagaimana lazimnya budaya urban sekarang ini, hingga pantat dan dada perempuan tidak lagi langka. Jadinya jakun lelaki itu terus saja naik, dan tak kunjung turun.
.
   Perempuan sungguh curang, pikir sang suami. Membunuh dengan perlahan segala nalar dan konsentrasi yang sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup seorang lelaki. Bahkan sesakti pun para pendekar, juga banyak di buat kalah oleh kehadiran mereka. Ya! Memang, kehadiran para perempuan selalu menggoda di mata laki-laki, meski tidak menggoda (kecuali mata Wiro Sableng, karena dia sudah sableng jadilah wira yang tidak tergoda). Bukankah obat kuat yang di jual hanya untuk para lelaki? Hingga lelaki itu terus memendam dendam, berharap pada kemurahan istrinya, namun harapan pada perempuannya itu kian menipis, hingga ia terpikir untu melempar harapan ke jalanan.
.
   Jangan sombong! Masih ada perempuan lain yang bisa menerimaku apa adanya, pikir laki-laki itu. Semakin mengingat wajah istrinya, semakin dadanya tertekan keinginannya. Hingga jalanan mulai memasuki daerah taman kota yang sejuk, dengan enggan ia memarkir sepeda motornya di tepi jalan. Ia coba menghirup udara lebih banyak agar lapang, merenungi keadaannya yang merasa tersiksa oleh sesuatu yang sangat mendesak bagi seorang laki-laki terhadap perempuan. Ah andai ada pekerjaan yang memberinya banyak uang, pikirnya. Lama sekali membayangkan berbagai peluang, namun pesimis menyadari umurnya tidak lagi muda, bukan pula ia seorang sarjana. Hingga ketika dengan sengaja, matanya menangkap seorang perempuan paruh baya mendekat dari ujung jalan. Insting kelelakian makin memaksa, demi dilihatnya cara berpakaian perempuan itu yang menantang, seperti sengaja mengundang birahi setiap lelaki, meski umurnya tidak lagi muda.
.
   “ Jajan Bang?”
.
   Lelaki itu geleng kepala, tapi mulutnya tersenyum, dan ajaib, perempuan itu membalas senyumnya.
.
   “Kenapa?”
.
   “Nggak papa.”
.
   Perempuan itu tersenyum kecil, membuat lelaki itu terpana tidak mengerti. Apa kepentingannya? pikir lelaki itu dengan heran.
.
   “Tenang saja, aku tidak hendak mencekikmu.”
.
   “Cekik saja!” Lelaki itu tersenyum pahit, tanpa menoleh. Perempuan itu merasakan nada kekesalan dan kesedihan. Perempuan itu jadi iba, lalu duduk di sebelahnya, lelaki itu diam saja.
.
   “Aku kesini sekedar cari angin saja Bang, ngga lebih.”
Perempuan itu mengangguk, namun dirinya masih merasakan aneh. “Abang ngga tahu? taman ini biasa mangkal para PSK?” Perempuan itu berkata pelan, ikut memandangi jalanan. Lelaki di sampingnya masih terdiam, membuat penasaran.
.
  “Kamu sendiri?” Akhirnya, dengan ketus lelaki itu mau menjawab perempuan tidak kenal di sampingnya.
.
  “Aku kesini hanya cari angin, melepas penat.”
.
  “Aneh.”
.
   Dengan hanya tersenyum, alis perempuan itu terangkat, matanya memandang dengan binar, seiring tubuhnya mendekat.
.
   “Sama.” Bisik perempuan itu menyapu lembut daun telinga. Lelaki yang didekatinya terkesiap, merasakan dadanya berdesiran.
**
.
Sebelumnya lagi..
.
  Sebelum lelaki itu bertengkar paling hebat dengan istrinya. Ternyata anak gadis mereka yang paling besar selalu menangis diam-diam, hatinya yang lembut tidak pernah mengerti bagaimana ayah dan ibunya selalu bertengkar hampir setiap hari. Seakan cinta itu benar-benar tak pernah ada, sebagimana cinta yang diidam-idamkannya begitu indah sebagaimana kisah novel remaja yang sempat ia baca. Hingga anak gadis itu pergi dari rumah tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya, hanya ingin hatinya tenang, tiada suara-suara pertengkaran. Cinta dalam angannya itu masih di percayainya begitu indah, dan perihal pertengkaran orang tuanya, gadis itu cukup menyangka sebagai dua orang kekasih yang lupa akan cintanya. Jika cinta dilupa, yang ada hanya amarah, pikirnya. Gadis muda itu jadi teringat kembali dengan cerita ayah teman lelakinyanya yang juga minggat dari rumah. Namun dirinya tidak mengerti, karena dipikirnya pacarnya itu tidak susah seperti dirinya, bahkan termasuk keluarga kaya raya yang mungkin tidak habis hartanya di makan seisi kota.
.
   Segera saja ia mengirim pesan singkat ke pada lelaki yang di rasakannya paling dekat itu, bahwa ia akan datang ke basecamp sebagaimana biasa.
.
  [Aku di rumah, sini!] Lelaki di sebrang sana membalas cepat pesan gawainya.
.
  [Kok ke rumah?]
.
  [Ia tadinya mau ambil duit doang, tapi..]
.
  [Tapi apa?]
.
  [Sudah ah bawel ^__^  cepetan dateng! mumpung sedang seru ]
.
  Seru? Apa ada pesta? Pikir remaja itu. Jaraknya tidak terlalu jauh, dalam beberapa menit kini kedua langkahnya telah mendekati gerbang rumah teman lelakinya itu. Dilihatnya lelaki itu telah menunggu di muka gerbang dengan tidak sabaran, perempuan itu sedikit heran, namun ia tidak berpikir macam-macam, hingga mempercepat langkahnya mengikuti perintah lelaki itu. Lalu keduanya memasuki rumah mewah yang sepi.
.
  “Ikuti aku, dan jangan bertanya dan bicara sepatah katapun.” Bisik lelaki itu menatap tajam ke teman perempuannya. Lalu menarik tangan perempuan itu dengan tergesa menaiki lantai atas.
.
  “Lihat sendiri, kamu akan suka!” Setibanya di lantai dua, lelaki itu berhenti di depan sebuah pintu yang sedikit terbuka. Teman lelakinya itu langusng mendorong wajah teman perempuannya mengintip ke dalam kamar. Seketika wajahnya memerah, melihat dua orang yang sedang bercinta, matanya terpana dengan segala aktivitas didepannya --tanpa di sadarinya teman laki-laki di dekatnya meraba-raba perlahan pinggul dan dada. Kedua remaja terbakar gairah tiba-tinba.
.
  “A..!” Tiba-tiba gadis itu berontak.
.
  “SSttt! Jangan berisik, ibuku tidak tahu aku pulang.” Bisik lelaki itu langsung membekap mulut teman perempuannya.
.
  “Ayah!” Perempuan itu menangis dan meronta, namun kedua tangan lelakinya itu lebih kuat menyumbat segala suara dan tubuhnya.
***
.
ar Bandung, 21112018

Tidak ada komentar: