[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Rabu, 04 Desember 2019

Empat Matamu

Kau tertawa. bagaimana aku hingga ingin melihat mataku sendiri? Aku kira semua orang akan melakukan hal yang sama saat penglihatanmu terasa kurang beres, begitu juga denganku.
.
Lihat saja, semuanya pandanganku jadi tidak karu-karuan. Padahal namanya penglihatan sebegitu pentingnya. Kata teman dumai, susuanan hurufku juga parah, dan sering salah ketik. Kau tau kenapa? itu karena setiap huruf yang terapit huruf 'a' kecil itu justru malah menggambarkan bagaimana garis tengah hidungmu. Ahaha! Jangan marah dulu! Matamu memang agak lucu. Matamu ada empat, sepasang menatap dunia, dan yang sepasang lagi menatap sepasang mata lainnya. Tapi bagaimanapun kita beruntung, sebagian orang malah ada yang punya sepasang mata tapi tak melihat.
Pernah kah kau membayangkan hidup dalam gelap untuk waktu lama?
.
Apakah aku tertular juga ya ... dan harus bermata empat sepertimu? Banyak citraan liar hilir mudik di zaman seramai ini. Bukan apa-apa ... Aku hanya takut pandanganku terkurung sepasang mata yang memandang dunia langsung itu, lalu tak bisa lagi melihat senyum ke kedalamn hatimu yang paling palung. Ah entahlah dengan semalam hingga kantuk kabur, mungkin memang karena pendanganku yang kurang baik, dimana dirimu seperti ada dihadapan, dan minta dipeluk.
.
Ups... maaf, baru teringat kau termasuk orang parno, dan marah dikatai suka porno. Ah mengapa marah? Beda satu huruf saja. Mungkin karena itu juga sih, hingga membuat para pejuang penjaga kata anti typo bergerak dengan gigih nasi karena kelaparan.
.
Bagaimana? Udah pusing belum?
Aku udah dulu! Rayu-merayu tawa senyummu lanjut ntar jika sempat.
.
ar 4 Des 2019

SENYUM TAWA

Entah kapan, hingga senyummu itu melekang. Bila boleh kutanyakan mengapa kumiliki, maka kau harus tahu, aku telah jauh-jauh hari menyimpannya, tanpa harus kau tahu.
.
Aku bukan pencuri, tapi sudah sewajarnya bukan? Bila kita tercipta tak kuasa menolak sesuatu yang ditimpakan, apalagi seberharga itu ... seperti seperti senyum, seperti canda, seperti asa, yang menyesap keruang jiwa, seperti air dari langir yang menembus areal perkebunan para warga yang kering kerontang.
.
Kau tak bisa mengmbilnya lagi, bagaimanapun tak relanya telah tersimpan di ingatanku. Kau tahu itu, dan akan tersimpan selamanya, hingga akhirnya Pemilik kewarasanku itu mengambilnya kembali, atau mungkin saat suatu nilai kewarasana itu yang berjungkir balik. Maaf, ini bukan salahmu, tapi bukan juga salahku ... jika senyummu itu seperti menghidupkan segala bangkai di alam benakku untuk terus berkreasi berkata-kata menerbitkan bujuk rayu untukmu. (Tolong jangan katakan aku sebagai perayu radikal . OK!? Terima kasih ^^).
.
Menyerah saja, duduk dan dengar baik-baik.
.
 Senyummu itu, Duhai ... membuatku berpikir atas keajaiban kreasi kedua bibir itu.Bagaimana jika kau terlahir tanpa bibir? Apa menghingga aku menyukaimu?
.
Atau begini saja! Jika kau tak mau menjadi jalan sebab aku tertawa-tawa begini. Diamlah, akan aku ceritakan kisah senyum yang salain yang bukan dari kedua bibirmu itu.
Saat tiba-tiba terlihat senyummu itu diingatan, tiba-tiba nampak pula seekor kura-kura. Ia tersenyum, dan senyum itu mengingatkan kepada senyummu. Bagaimana bisa begitu? Sederhana, karena kura-kura itu tengah tersenyum, dan kau juga pernah tersenyum.
Aku bukan sedang lancang mengingat-ngingatmu, tapi senyummu. Bolehkah?
..
Haha! memang lucu jika aku teringat senyummu itu, di mulut  kura-kura. tapi tentu saja, kau bukan kura-kura, tapi senyum itu tetaplah senyum, yang kurasa citraan energi universal yang mengubah.
.
Kau bukan kura-kura, dan rasanya aku tak hingga berhasrat kepada seekor kura-kura. karena aku sendiri adalah tawa-tawa, yang dikotomi amarah, darimu. Kau dan aku harusnya selalu dekat.
.
Semoga jangan ada lagi tawa-tawa penuh angkara, atau senyum-senyum kepedihan.
.
 Harusnya ... kita selalu bersama dan biar semua menyebut kita senyum tawa.
.
Salamku Duhai, kepada engkau yang tersenyum.
Kapan kita ngopi bareng?
:)
gaje
ar 4Des 2019

Jumat, 01 November 2019

Seperti Terenggut Paksa


Selintasan saja ia hadir. Bagai asap tembakau yang mewangi, yang mengalun, membelai hingga ke rongga hidung terdalam. Lembutnya ia melesak, memenuhi seisi dada tanpa menyumbat kembang kempisnya napas. Isap udara masih diijinkan hilir mudik, namun tidak terasa ia datang dan pergi membawa nama yang ... kian melekang di riuh ramai. Siapa? entahlah, jangan tanya siapa.
.
Malam-malam ... heningnya seakan mengiba. Selimutnya yang tenang seakan pelukan ibu yang hangat di musim hujan. Lalu ia akan tersenyum seraya bercerita kisah-kisah keberanian di kala rasa takut ke ranjang lelap membenak. Ajaib bukan? untuk itulah aku sentiasa bertanya perihal rasa--adakah ia mahluk tak kasat mata atau atau akumulasi citraan luar yang mengendap hingga meragi di wadah sekesunyina. Di saat sunyi, kita harus mengingat atau teringat? Dan ada yang cemburu atas jawabmu--lalu cemburu sejenis apakah lagi itu?
.
Baiklah aku coba katakan dengan sederhana. Sebenarnya sejak siang berlalu, aku hanya merasa seperti sedang kesepian. Bukan tidak ada teman, bukan pula karena sendirian.Namun, rasanya aku sedang mencari, seperti sesiapa yang dapat aku rindukan-selayaknya.
.
Sebelumnya. Sejak awal--ku-membuka mata. Mentari telah cukup jauh melayang beberapa derajat. Entah karena saat itu tidak merasakan kelembutan sinarnya yang kekuningan, entah sebenarnya merasai malu telah kalah oleh ayam jantan yang sebisa mungkin menjadi sepasang sahabat meski di saat telur betinanya aku makan dengan lahap. Entahlah ... dan jangan tanyakan lagi tentang nasib-nasib bakal ayam itu--karena kau bisa anggap aku gila jika membahasnya.
.
Ah ya, awal itu merasakan kekesalan atas keterlambatan itu. Hingga setiap berkata bertanya dan menyapa ke seisi rumah dengan oktaf nada yang lebih keras dari biasanya, lebih keras daripada saat-saat menerima banyak uang atas upah mengurusi hasrat para pelanggan jasa yang terjual, lebih keras saat aku berusaha menginginkan sesuatu atasmu, dan pastinya juga lebih keras di saat terbangun lebih pagi hingga ayam jago yang nyaring berkokok itu dapat ku balasi dengan teriakan langsung ke kandangnya biasanya hewan itu tengah dirapati para betinya di sisi kanan maupun kirinya--kau taulah, para betina sentiasa rukun jika soal berbagi pasangan, tapi tidak dengan berbagi makanan.
.
Hingga siang terhubung dengan berbagai orang, dengan berbagai keterbengkalaian yang tak sempat tuntas karena batasan nalar dan kesempatan ... aku dapati waktu berteriak bahwa ia telah senja. Bagaimana bisa? bukankah baru sejenak saja aku melakukan berbagai hal? membaca, menulis diskusi dengan entah apa dan siapa--lalu tiba-tiba kembali senja? ohhh sungguh rasanya seperti direnggut paksa padahal kita sedang seneng-sayangnya.
.
Dan kini kita kembali ke malam. Apa kalian tidak bosan? Tapi anehnya hingga membaca ke akhir titik.--yeah! Itu tandanya karena kita merasa bosan
.
ar, 1 Nop 2019

Kamis, 17 Oktober 2019

SANTUN SEJAK DALAM PIKIRAN

(Cerpen mini)

   “Baik-baik aja kok, semua system saraf normal, Soal kenapa adik ini gagap saat bicara ... Adik hanya harus sedikit santai, segala yang terlintas di benak, tak mesti segera diucapkan ... dan, tidak mesti takut nggak kebagian waktu bicara,” 
.
    Suara Dokter Hasan terdengar begitu teduh ditelinga remaja lelaki itu. Mendengarnya, seakan dunia dirasakan kembali terasa lapang.
.
   “Ta’ tapi Dok ... te’ tetangga saya di dekat rumah, bi’ bilang saya ada gangguan syarf karena gagap,” remaja lelaki itu seketika mengadu. Ada sedikit ragu yang ingin dihilangkan dibenaknya, dan sosok seorang Dokter dihadapannya itulah yang tentunya dianggap paling tahu soal kesehatan dan penyakit, bukan tetangga.
.
   “Apa tetangga Adik itu seorang tenaga medis ?” sahut Dokter Hasan santai, lagi-lagi senyum bersahaja itu terbit. Senyum itulah yang membuat pasien kali ini dapat merasa lebih tenang, hingga gagap bicaranya mereda.
.
   “Bu’ bukan... Dok.”
.
   “Hehe ... Tidak ngerti soal medis kok bilang Adik kena gangguan syaraf?” Dokter Hasan tertawa renyah. Remaja dihadapannya hanya ikut terkekeh pelan. Kali Dokter Hasan telah melenyapkan kekhawatiran pasiennya, keduanya merasa senang.
.
   “Mungkin adik merasa tertekan saja hingga bicara sedikt gagap, santai saja, nggak usah didenger semua apa kata orang, dan tenang ... jangan takut tidak kebagian balas bicara,”
.
   “Siap Dok, terima kasih banyak .... mmm, saya pamit,”
.
   “Kembali, banyak ... Dik.” Dokter Hasan kembali tertawa. Mereka kembali tertawa.
.
   Hingga akhirnya pasien remaja lelaki itu berlalu, Dokter Hasan sedikit menyenderkan tubuhnya sekadar mengendurkan ketegangan. Ada setengah jam kedepan ke waktu Dzuhur, biasanya tidak ada lagi pasien hendak berobat ke Puskesmas. Belum lama Dokter Hasan menempati ruang praktek sebagai dokter umum di PUSKESMAS Jati Mandiri--sebuah PUSKESMAS kecil yang belum lama didirikan pemerintah di jantung Kampung Sukatani. Karena tidak ingin waktu berlalu begitu saja, tangan kanan Dokter muda itu segera membuka laci, dan mengambil Qur’an terjemahan.
Dibukanya kitab suci itu dengan asal, selepas bismilah dalam hati. Dan tertegun, mendapati ternyata yang terbuka kali ini adalah surah Al An’aam ayat seratus sembilan belas. Ada sebagian kalimat yang begitu menyita perhatiannya, lalu batinnya menggumam sendiri, membaca sekilas ayat Allah tersebut;
.
   --“ ... Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan ....” (*
.
   Apakah remaja tadi juga termasuk korban hawa napsu sebagian orang yang bicara tanpa pengetahuan? Dokter hasan membatin. Wallahu’alam, segera dijawabnya kembaki pikirannya yang melintas begitu saja. Perasaannya takut, termasuk yang mendahului Allah dan Rasul dengan menganggap telah memahami dengan sebenarnya akan akan ayat itu. Lalu kedua matanya sekali membaca satu ayat itu. Kali ini ia perhatikan satu ayat seluruhnya, dengan lengkap;
.
   --- “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” ---
.
  Demi membacanya berulang, seketika Dokter Hasan merasakan pikirannya penuh. Hingga tak Adzan Dzuhur terdengar, dirinya baru kuasa menutup kitab suci yang dipegangnya.
***
.
    Di Kampung Sukatani, kebanyakan para penduduknya terbiasa bangun sejak malam belum beranjak sepenuhnya. Selepas para lelakinya berjamaah shalat subuh di Langgar, biasanya mereka bercengkrama sejenak, satu sama lain, sebelum masing-masing dari mereka pergi ke ladang atau sawah. Dokter Hasan kali termasuk di dalamnya, ikut berbaur dengan para warga setempat meski hanya diam dan mendengarkan. Sebagai seorang pendatang, Dokter Hasan terlalu sungkan untuk ikut bicara, dan juga ... dirinya memang kurang mengenal apa-apa tentang pertanian.
.
    Akhirnya satu persatu jamaah Langgar berlalu, tinggalah dia sendiri di langar itu. Tidak jauh dari tempatnya duduk bersila, nampak sebuah rumah sederhana di sebalik jendela. Mungkin rumah Ajengan, atau salah satu rumah pengurus Langgar, batinnya bergumam. Hingga nampak seorang perempuan keluar dari rumah dengan gagang sapu, Dokter Hasan seketika memalingkan mata, dengan wajah memerah.
.
   Mmmm, ada yang tau kenapa? Eh +_+
.
Ar, 05 Okt 2019
.
Footnote:
*) Sangat mungkin Mushaf Al Qur'an yang dibaca di kisah fiksi ini adalah Al Qur'an yang penulis jual, jika minat boleh segera pesan hehehe ...
.
   Tapi penampakannya bisa lihat gambar. Itu model Qur'an travel yang bersampul tahan air, dengan kertas QPP yang tahan hingga seratus tahun, ada kompas, mini sajadah, dan kantung kecil untuk menyimpa kartu di dalamnya. Hayukkk! Baca Qur'annya.
.
 

Selasa, 08 Oktober 2019

PENONTON .

Pagi kulihat menyeret semua orang untuk bekerja, mengundang dengan gigilnya untuk bangun dan berangkat paling pagi, karena telat beberapa menit saja telah membiarkan waktu dibuang percuma dalam kemacetan. Aku tertawa melihatnya, merasakan menang dengan pekerjanku yang dianggap merdeka, tidak terjajah rutinitas. Terlebih waktu terlalu sayang jika hanya dihabiskan mencari makan. Tapi aku ragu dengan makna kebebasan yang aku inginkan. Aku bosan.
*
.
Mentari terus merangkak naik. Masih dengan rambut rocker khas orang bangun tidur, kusesapi segelas kopi panas gratis seraya memandangi banyak manusia hilir mudik. Aku iri dengan semangat mereka, terlepas karena apa. Setidaknya mereka merasa mantap dengan rutinitas sehari-hari, tapi mereka mau kemana setelah tersibuk-sibuk seharian itu? Pasti pulang kerumah. Ah aku bertindak lebih cepat dan praktis, tqk perlu pergi kemana-mana, karena tos nantinya kembali pulang, lalu tidur. Sama saja.
**
.
Hari beranjak mulai terik, kopi telah tandas. Apalagi? Menulis serasa buntu tanpa riset. Aku harus berangkat, tapi kemana? Dimana para ide-ide itu berkumpul? Dan ah ya, mungkin ide-ide yang harus kukejar itu pun kelak akan pulang juga kerumah, dan tidur. Aku cukup menunggu mereka disini, dan kembali tidur.
***
.
Hari kian terik, telah cukup membuat semua orang bermandikan peluh bagi yang terus bergerak. Saat terbangun, kulihat di ujung jendela banyak manusia masih dengan hiruk pikuk mengejar berbagai tujuannya dengan mantap. Aku masih disini, mengejar kemerdekaan demi merasai waktu yang terlalu berharga jika hanya untuk menabung tinja di jamban. Tapi aku bosan, jika hanya jadi penonton idealismeku sendiri.
-

#Sumber gambar : news.detik.com
.
Ar, Jan 2019

TUMPAH RUAH SELEPAS HUJAN -

   Semakin senja, jalanan semakin ramai. Kali ini bukan hanya mahluk berjalan yang memakmurkan jalan raya, namun juga tai-tai beraneka ragam bentuk dan warna yang terusir deras air hujan dari persembunyiannya sekian kemarau. Dari warnanya yang gelap, dapat dipastikan tai-tai itu kian lama bersembunyi di got-got, namun banyak juga tai-tai segar kiriman penduduk kota yang telah putus asa menyediakan septitank untuk tai kolektifnya. Tai segar maupun lama sama saja, --bau, dan nyaris tanpa bentuk, terombang-ambing gelombang air meluap naik ke jalan raya.
-
   "Peduli setan! bisa hidup saja sudah syukur." Perempuan di sebelahku ini enteng saja membalas keterkejutanku, karena menyaksikan rombongan berbagai tai yang melintas anggun itu membuatku menutup hidung.
-
   “ Baiklah, semua sudah berusaha melempar tai seterhormat mungkin dengan membuat tempat-tempat tertutup, haha.” Aku tertawa mendengarnya. Entah mengapa ia seperti tersinggung, namun ia telah mengusai ilmu seni yang kupikir tidak diajarkan di sekolah-sekolah, sebuah seni membalas cibiran dengan begitu menggelikan. Setidaknya cukup lucu buatku, dan hiburan ini gratis.  Perempuan cantik ini sungguh supel dalam berbicara, gerak-geriknya menarik, dan ia bersikap seolah aku adalah lelaki paling laki-laki di muka bumi.
-
   Angin mengalun sedikit dingin, jalan-jalan kini basah selepas derasnya hujan, lalu  jalanan kembali riuh-ramai dengan pengendara yang melanjutkan perjalanan saat hujan mereda. Seketika suasana kurasakan menghangat dengan cepat.

***

   Namanya Nhia, seorang perempuan berwajah keras yang kukenali saat senja begitu membosankan. saat itu kami sama-sama terjebak kepenatan rutinitas sebagaimana para pengguna Bus Kota. Wajahnya yang jutek itu terlihat lucu saat harus rela berdesakan hingga sesak, sehanya ingin lebih irit beberapa ribu rupiah untuk ongkos pulang. Hingga kami dekat dengan sendirinya, hanya karena senyum yang tak sengaja kulempar sejak wajahnya menekuk menyesaki Bus Kota yang memang penuh. Dan ajaib! Ia meresponnya lebih. Hingga Sejak saat itu kusadari sebuah senyum memang bisa begitu bermakna, bahkan banyak makna.
-
   Kesan pertama begitu menggoda, tapi selanjutnya harus kusesali karena kami putus sehari selepas hujan senja, hanya karena perdebatan rombongan tai-tai yang meluap ke tepi jalan itu kami bahas panjang lebar hingga ke air seni.
-
   Sebagaimana pemuda yang patah hati ditinggal pacar, aku rasakan hari-hari gersang tanpa semangat. Tiada ada lagi warna-warna indahnya hidup yang merangsangku bergerak, kecuali mencari tempat mencurahkan air seni dan melempar tai, lalu mencari bahan-bahan mentah dan segala sarana untuk pembuatannya.
-
   Sejak saat itu, tai-tai begitu horor buatku, termasuk tai-tai kolektif yang meruah tumpah di tepi jalan raya saat got mampet tertutup sampah itu. Sialnya, kenangan bermalam dengan perempuan itu ikut serta menghantui. Karena dari perbincangan tai-tai kolektif, Nhia juga membicarakan air seni kolektif, dan kami berbeda pandangan dalam hal penuangan air seni itu. Jadilah aku merasakan terdampar sendiri di rimba kota penuh banjir tai dan air seni sendirian. Sungguh sedih , merasakan dilema antara takut dan butuh. Takut aromanya tercium, namun butuh pelampiasan sebagai mana penuangan seniman dengan air seninya.
-
   Meski hubungan kami yang terlahir dari main-main melempar senyum, namun pada akhirnya hatiku  jelas-jelas tidak ingin dipermainkan. Namun tidak demikian dengan Nhia, setiap jawaban sarkasnya yang serius, ternyata tidak serius dengan hatinya. Aku, dimatanya tidak berbeda dengan lelaki lainnya, yang mendapat balasan balik atas setiap hasrat yang ingin di ungkapkan. Kebetulan
sama-sama sedang sendiri saja, katanya. Hingga berbagai kesempatan, mengijinkan kami bersama.
**

Inilah kronologis bagaimana akhirnya kami harus putus semalam setelah jadian;
-
   Dari tai kolektif, perbincangan merembet ke air seni kolektif, yang aku ketahui belakangan senang mengoleksi berbagai macam air seni. Demi ketulusan, Nhia membuka diri sepolos-polosnya. Lalu kami saling mendapati kecocokan dan kepuasan.
-
   Hingga dengan serius aku utarakan perasaanku untuk menikahinya, tapi Nhia menolak. Karena menurutnya, seniman itu tidak boleh terikat demi kemurnian karya seni itu sendiri, begitu pun curahan air seni seorang lelaki. Nhia menolak superioritas air seni seorang lelaki atas perempuan. Sejak saat itu aku benci seni karena aturan pandangannya yang liar tidak menentu, seperti air seni keluar dari alat kelamin yang sama, namun sering dituangkan sembarangan.
-
   Para seniman memang bisa saja membela diri atas keterdesakan kebutuhan dirinya mencurahkan air seni, yang jika  semakin ditahan akan semakin menyakitkan. Namun pasti tidak semua menerima, jika air seni itu dituangkan juga ke dalam botol-botol kemasan, lalu dijual bebas, hingga ditenggak habis orang-orang kehausan. Menurutku, bicara hak asasi curahan para seniman memang harus banyak belajar dari alat kelamin dan air seninya sendiri. dan itu penting bagi setiap penuang air seni bermoral. Tapi Nhia berpandangan lain.
-
   Sebagai mana tai yang kami saksikan bersama selepas hujan di tepi jalan raya itu, air seni dewasa pun bisa dicurahkan secara kolektif (selain perorangan). Nhia terus bersikukuh dengan pemikirannya, karena menurutnya air seni dan tai itu dikeluarkan dari tempat yang begitu berdekatan, juga sama-sama mendesak, dan hanya beda wujud saja. “Jika tai saja bisa terkumpul secara kolektif di sebuang tabung septitank, mengapa air seni dewasa tidak?” Kata Nhia serius.
-
   Sebagai lelaki yang ingin bertanggung jawab, aku menolak keras pemikiran Nhia tentang bolehnya penuangan seni secara kolektif itu. Hingga perdebatan memuncak, memunculkan amarah dan serapah.
-
   “Dasar pelacur ...”
Kesabaranku jebol, membuat melontarkan sebuah kata yang kupikir harusnya paling menyakitkan bagi perempuan. Tapi beda dengan Nhia, masih tetap dengan khas wajahnya yang keras, lagi-lagi ia membalas dengan penuh citarasa seni;
-
   “Dasar egois! Seenaknya saja ingin mengusai fasilitas umum.” Katanya tenang, masih dengan penuh penghayatan.
-
ar
Bandung, 29 Okt. 2018
#pict:
ss dari https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/08/07202701/ini-solusi-pemprov-dki-atasi-masalah-limbah-wc-dibuang-ke-kali

Sabtu, 05 Oktober 2019

Panik

"TOLONG! TOLONG!!," Suara jeritan seorang bapak paruh baya seketika memecah malam yang sudah kian larut. Lalu segera ku beranjak keluar, demi kudengarkan suara sangat mendesak.
-
Setiba di luar, ternyata para tetangga yang lainpun telah berhamburan keluar, menuju satu asal suara yang ternyata berasal dari rumah Dokter Budi; seorang dokter spesialis anak di Rumah Sakit elit kota.
-
"ADA APA PAK?!, "Aku bertanya ikut panik, demi dilihat keadaan Dokter budi terduduk begitu histeris. Keadaannya begitu mengenaskan sebatas memakai sarung hingga pinggang, Pak Dokter kelonjotan meraung-raung, terus teriak minta tolong, sambil tangannya menunjuk-nunjuk kearah kamar.
Para tetangga yang lain tengah begitu tegang bercampur heran.
-
"Tenanglah dulu pak, ada apa sebenarnya?" Ku coba menepuk pundak Dokter Budi, lalu menyuruhnya minum setelah salah seorang menyodorkan air kemasan ke arah kami.
-
"Tolong, anak saya deman.." Dokter Budi terus saja menunjuk-nunjuk ke arah kediamannya sendiri.
Semua makin panik, karena tidak ada seorangpun di antara kami yang lebih mengenal medis dibanding Dokter Budi sendiri.
-
-ar
-Bdg, 29juni2017

Review Novel Assalamualaikum Adhea 2


Buah karya Anne Mursyid
.
Di review novel Assalamualaikum Adhea 2 kali ini sepertinya si pereview musti mengakui bahwa author telah berhasil menulis sebuah novel psikologi remaja yang begitu mengobok-ngobok kejiwaan para pembaca. Bagaimana tidak sukar Gaes! Biasanya kan remaja-Remaji itu digambarkan  riang dan meledak-ledak, atau melow yang tidak terkontrol, atau lebay on the way (eh ). Hingga para penulis novel remaja biasanya membubuhkan banyak dialog untuk memuluskan jalan cerita sebagai ciri khan keremajaa genrenya. Selamat! penulis telah sukses mengkombinasikan antara  paparan kejiwaan yang penuh haru-biru dengan percakapan segar khas remaja dengan pas untuk sebuah  novel Psikologi Remaja yang .
.
Well, dua figur yang jadi pemeran utama di jilid kedua ini (Adhe dan Dhea) nampak membuat bingung sang author untuk memilih satu (di antara dua pemeran utama) untuk dikurangi jam tayangnya. Maka di jilid dua inilah Adhe mengambil porsi lebih banyak--tampil.
                .
Seperti yang dikisahkan di Novel Assalamualaikum1 (jilid sebelumnya); di akhir ceritanya  Adhe mesti terpisah dengan ibu yang selalu menyayang-manja, dan keempat sahabat dekatnya di Armada lima, juga Dhea-nya sendiri (eh).
.
Maka di Novel Assalamualikum yang kedua ini penulis melukiskan bagaimana kejiwaan seorang remaja yang merasa dibuang oleh kakaknya sendiri, atau mungkin merasa terbuang namun tidak berani menyalahkan kenyataan (baca! Takdir). Hingga Adhe hanya bisa memendam amarah itu sendiri yang dapat dirasakan oleh teman-teman barunya di kamar Ali bin Abi Thalib tempat Adhe mukim selama nyantri di Pesantren Al Muhibbin Jombang, Jawa Timur. Adhe kian terlihat sifat melankolisnya. Sedang Dhea  makin diperlihatkan sikap lebih dewasa sebagai seorang perempuan dalam menyesapi kerinduannya yang kadang membuat bingung laki-laki ( wkwkwk).
.
Sebulan berlalu, enam bulan berlalu. Sedikit demi sedikit dikisahkan seorang Adhe berusaha tabah dengan lingkungan baru dengan menerima keadaan yang juga asing dengan dirinya. Hingga kerap Adhe memngingat Kak Bayu yang keras itu; Yang ingin adiknya menjadi kebanggan orang tua di dunia dan akhirat sebagai insan yang berbakti kepada nusa dan agamanya. Hingga pola pikir Adhe soal pendidikan di pesantren berubah sedikit demi sedikit. Dipastikannya sendiri oleh Adhe, bahwa semua rumor negatif di mata masyarakat itu salah total (tak percaya? Coba nyantri sonoh!).
.
Meski kesan baik dan kelebihan pola pendidikan pesantren telah dirasakan Adhe daripada sekolah umum di sekolah asal, rupanya amarahnya itu masih datang seperti angin yang datang tiba-tiba, tidak terduga. Setiap kali teringat kampung halaman, teringat Armada Lima, juga Dhea--yang dengan sembunyi-sembunyi dicintainya dalam diam itu- lagi-lagi membuat perasaan terasing dan dibuang itu kembali. Hingga suatu saat Adhe nekad kabur dari pesantren hanya karena melihat Bus Antar Kota saat hendak menemani sahabatnya mengambil uang  ATM di luar area Pesantren.
.
 Sedikit pendapat pereview ya Gaes! Memang ... Lingkungan pesantren yang Islami tidak menjamin semua orang yang berada dilingkungannya atau lulusannya akan  beramal Islami. Namun kita harus tahu, bahwa system pesantren jauh lebih efektif mendukung para santrinya untuk tetap fokus menuntut ilmu dan beradab. Misal, dengan dipisahkannya siswa dan siswi ddi kelas dan asrama untuk menghindari khalwat yang kerap menjurus ke cinlok. Karena cinlok bagi pelajar itu memang kasus umum yang sering bikin gagal fokus kepada pelajar. Dengan penekanan pemahaman dan pengamalan Akidah Ahlak dari kajian Talimul Adab yang dibudayakan di keseharian para santri-santrinya. Alangkah baiknya jika penulis Film D’ SANTRI juga membaca dan memahami maksud system aturan pesantren di novel ini.
.
 OK Lanjut ...
.
Hingga Adhe—akhirnya-menetapkan diri untuk menjadi santri sebaik-baiknya. Karakter Adhe yang melow kini jadi  lebih bijak dan  memahami maksud kak Bayu mengirim Adhe ke pesantren, seiring  amarah  Adhe dengan kenyataan yang kian surut. Hingga Adhe juga akhirnya dapat melihat  kebaikan para teman-temannya yang sejak awal kenal selalu berusaha menyemangati dan menyabarkan  Adhe untuk betah di Pesantren.
.
Tapi siapa yang sadar? Jika gerak rindu itu nyatanya kian bertambah. Hingga Adhe sempat kabur dari pesantren hanya karena merasa suntuk dan teringat kampung halaman. Arti sebuah persabatan dan cinta di ulas dengan halus di novel ini. Dan di jilid kedua ini, kita dapat melihat dengan lebih jelas bagaimana membedakan kelebihan dan keunikan di antara keduanya.
.
Di novel juga banyak istilah percakapan bahasa Arab yang terjemahnya justru di jelaskan sang penulis dengan percakapan para tokonya lagi (penjelasan tanpa fotenote atau catatan kecil) di keseharian para santri dipesantren, hingga—sedikitnya- kita juga akan tahu dan mudah-mudah mengerti akan percakapan dasar seorang santri dalam bahasa Arab.
..
Meski novel ini pemeran utamanya cenderung berkutat dangan kejiwaan para remaja yang melow becampur riang, enerjik, juga gokil meledak-ledak karena rindu, marah, kesal, bosan, dan kekerasan watak. Novel ini juga bagus untuk mengenalkan dan membiasakan suasana pesantren kepada para remaja agar betah menuntut ilmu agama dan mau nyantri di pesantren. Novel ini cocok untuk remaja dan orang tua, yang masing-masing dari dua generasi yang berbeda itu  akan mendapat banyak keuntungan ilmu yang berharga. (Baca sendiri deh kalo nggak percaya :D )
.
Lalu. Eh eh eh ... Masih sempat-sempatnya sang penulis juga membubuhi tiap chapter yang bejibun itu dengan Quotes yang kuat akan doa dan rindu (Seperti Quotes paling atas). Selain itu, penulis juga sempat menyisipkan peluruskan rumor negatif yang kadung mengakar urat di masyarakat.  Misal; Soal kasus kehilangan sendal jamaah yang seakan jadi biasa di masjid yang suci nan mulia. Atau pola hukuman yang diterapkan kepada para pelanggar justru tidak mendidik hingga makin membuat sipelaku tidak mengerti dengan pentingnya aturan. Dan penulis novel ini telah dengan rapi menjelaskan semuanya dengan tidak menggurui. Hmmm ...
 .
Sejak dari awal kisah,  nasib pemeran utama memang terus bergumul dengan kejiwaan dan kenyataan yang  awalnya susah payah untuk dapat diterima. Namun, seiring kita terus membaca lembar ke lembar dari novel ini, berbagai pelajaran pelembut jiwa dan pengukuh cita seorang remaja akan kita terus dapati dengan lirih merenda ke akhir cerita  (wow!).
.
Ya!  Akhirnya, saat pulang kampung bagi Adhe telah tiba. Segala rindu dan bahan cerita menarik telah dikemasnya dengan rapih untuk keluarga, sahabat dan Dhea sendiri (yang perempuan itu yang jadi sebab dirinya mendapatkan pelajaran sangat berharga untuk mengenal dan merasakan cinta pertama). Tapi siapa sangka, ternyata penulis memutuskan kerinduan Adhe kepada Dhea diperpanjang ... Gaes! Teganya tuh author huuuu (mewek deh yang review, rasanya telak di PHP, dan jadi makin penasaran dengan ending sebenarnya T_T)
.
Untuk itulah, kita harus terus membeli dan mengikuti kisah remaja-remaji  di Novel Assalamualaikum 3 kedepan. Dan novel ini bener-bener bikin baper Gaes ... Maka jangan lupa Taawuz Basmalah sebelum baca, eh :D
.
“Diamku adalah mencintaimu, diamku adalah mendoakanmu ....”
--- Salah satu Quotes AA2 -         
.
Ar, 4 Okt 2019
#review_buku_indie

Jumat, 04 Oktober 2019

Perjodohan



        "Hmm, soal jodoh itu memang aneh ya; Kita misal, yang sebelumnya berjauhan, tidak pernah bertemu, bahkan membayangkannya saja mungkin tidak sejelas kini lalu dipersatukan hingga sedekat ini. Meski ... juga dengan segala keanehan baru yang nampak." Katamu tiba-tiba.

         Kulihat kau kembali terdiam, namun buku tebal yang kau baca telah tertutup. Merenung, terdiam. Seakan ada kalimat lain yang ingin terucap, namun kau tetap diam.

"Iya, banyak teman bilang. Kok bisa dapet berondong?" Aku berkelakar, coba mencairkan wajahmu yang kaku. Buku itu mungkin terlalu berat bagimu, namun begitu memengaruhi.

"Itu perkataan asal jeplak," Katamu meninggi. Aku bingung, apa yang salah dengan kataku tadi. Tapi ku memilih diam, sesekali kulihat kau membaca kembali. Buku itu lagi, buku yang hampir melampaui ketebalan Al-Qur'an, yang sering mencuri bulan-bulan madu kita.

"Mmm, maksudnya keanehan baru gimana, tadi?" Kuabaikan sedikit kecewa, sedikit canda bagimu mungkin menjadi salah. Dan aku selalu ingin membuatmu nyaman, meski dengan berdiam saja. Atau masuk sekalian pada alam fikirmu yang kurasa keras, kurasa terlalu 'saklek'.

"Aneh, bagaimana aku sampai hati mencintai mahluk ribet sepertimu? Haha" Katamu enteng, kini wajahmu mengendur. Namun kini aku yang tersinggung.

"Maksudnya mahluk ribet?!" Seketika aku meninggi, tidak dapat bersabar lagi. Namun kau tetap tertawa kecil, seakan mencandai seorang gadis kecil di taman bermain.

"Maaf sayang, tapi itulah yang kulihat. Kaum kalian, kaum Hawa; berbusana anggun tidak sesimpel para lelaki, terlihat lemah dan lembut. Namun anehnya kaum lelaki suka, bahkan banyak yang menggilai kaum kalian. Padahal bila semua keanehan itu berlaku pada ku, kaum Adam. Takkan pernah mau, naudzubillah" Kau kembali tertawa, mengabaikan ku yang tidak ikut tertawa karena akulah peran utama kekonyolan.

"Hey, aku becanda.. Maaf" Tawamu tiba-tiba terhenti, kulihat wajahmu sedikit takut bercampur khawatir. Mungkin baru menyadari ataupun teringat. bahwa kami; kaum Hawa begitu sensitif perasaannya.

"Iya, perempuan memang aneh, memang ribet. Lalu kenapa Kalian mau ngejar-ngejar?"Aku melipat muka, kamu makin merasa bersalah. Lucu sekali, geli melihatmu seperti itu.

"Oh sayang. Maaf... Ya? Ya!?" Kau memelas, namun dalam hati aku tersenyum, rasanya aku telah menang kali ini.

#Tsabita, do'a seorang ibu

BERKELAMIN BERKENCAN BERKECAM-KECAM

pagi yang tabah
sendiri ia
melihat dedaunan lapar
kehausan, kekeringan, kematian
berlembar-lembar
 gugur menghampar
di riuh angin mencari pusaran
/
tangis, tak sempat lagi menunggui hati
ringkih langkah hingga patah digusur hari
semakin ramai semakin sepi
---semakin lama semakin mati
tak lagi ada yang bernyanyi
/
pagi yang tabah
riuh
menengadah
merenda, merendah, dan merekah
ratapi langit-langit yang terbelah
/
ah! tanah-tanah kian patah
jurang-jurang telah memisah begitu parah
mengangkang ia, ingin basah
mendesah ia, inginkan langkah
tanpa muka, yang beranak kian lucah
/
pagi yang tabah pun teringin
berputar riang
menatapi cermin
berkelamin, berkencan, berkecam-kecam
/
ar, 3 okt 2019

Selasa, 01 Oktober 2019

YANG MEMAKAN TUHANNYA SENDIRI .


Siapa yang tidak ingin tenar seperti ’Amr bin Luhay? Yang sejak kedatangannya dari negri makmur yang maju, lelaki itu kian populer dan banyak diikuti orang-orang di Mekkah. Kekayaan, Ketenaran, telah membuat pamor intelektualnya kian bersinar di mata para penduduk Kota Mekkah  yang fanatik kepada spiritual dan kegagahan.
.
 Kedatangannya dari Negri Syam disambut para penduduk kota Mekkah sebagai pembaharu yang berhasil. Lihat saja, banyak oranf pintar yang iri atas konsep ketuhanan yang dibawanya. Membuat iri para kahin ortodoks karena keluwesan ajarannya menuju tuhan. Selain mendekatkan kebaktian kepada Tuhan, ajarannya juga dirasa selaras dengan budaya penduduk yang terbiasa sibuk dengan perdagangan. Dengan isme yang dibawanya, para pengejar dunia dan akhirat dapat dibersamakan dalam ajarannya. Jenius bukan? Dan kau tidak mau kalah.
.
 Sejak kedatangan pembaharu teologi ketuhanan itu, kini kota mekkah mulai dibanjiri banyak ajaran teologi dari luar kota, bahkan hingga lebih dari tiga ratus para peminpinnya yang dengan bangga menyerahkan berbagai simbol kepada pemegang kunci mekkah. Sekali lagi kau tidak mau kalah. Kau berpikir keras untuk mengungguli semua itu meski keadaan perutmu sendiri tidak semakmur para pembaharu spiritual itu. Kau memutar otak beberapa hari, hingga akhirnya sebersit ide itu hadir dan kau rasakan sangat relevan dengan keadaan kota mekkah yang banyak dari penduduknya juga kelaparan
.
 Ah ya, bukankah dengan menjadikan diri salah satu pembaharu di kota ini akan dengan cepat menaikan pamor di Jazirah Arab. Ya ... ya! Mekah sebagai pusat haji juga menjadi titik strategis menyebarkan suatu ajaran dan pemikiran keseluruh dunia. Maka dengan segala yang kau punya, kau mulai membuat konsep ketuhanan baru. Kau menyebutnya sebagai simbol yang membawa kemakmuran, dan memberi solusi kepada orang-orang lapar.
.
 Maka, pagi ini kau bersemangat mulai membuat simbol ajaranmu, dengan segala harta yang ada. Kau membuat patung dari roti dan hendak di serahkan kepada juru kunci ka’bah.
.
 “Wahai orang jauh, mengapa kau ikuti orang-orang jahil itu membawa berhala dan mengotori millah Ibrahim yang Hanif? Tidakkah kau takut kepada Allah?” salah seorang dari suku Quraisy menegurmu.
.
Kau lihat ia masih terlalu kecil dan tidak punya kekuaatan sedkitipun untuk melindungi diri. Tapi meski begitu, kau coba berkata bijak demi menggali simpatik dari para pengikutmu yang baru. Bukankah aku membawa ajaran kemakmuran bagi orang-orang lemah? Batinmu bergumam sendiri.
.
“Ah tidak, kita bukan menyembah patung roti ini, tapi ini semua semata-mata untuk mendekatkan kita kepada Allah saja,”
.
Kau letakan kebanggaanmu di salah satu sudut komplek tawaf. Orang-orang mendatangimu, mendengar ceramahmu, dan di saat hari kian menerik, perut dan pengikutmu sendiri merasakan begitu lapar karena mejelis yang panjang hingga melupakan mencari makan.
.
Akhirnya kau memotong tangan tuhanmu yang lezat berbahankan roti itu. Para pengikutmu serentak maju, memakan  tuhan selepas kau kenyang dengan lengan kanan tuhan, dan kau lihat sekarang mereka memakan tuhanmu hingga habis.
.
Ar, 1 Okt 2019

#Gambar hanya ilustrasi, gambar ini hasil ss dari https://brilicious.brilio.net/

Senin, 30 September 2019

Review Novel Assalamualaikum Adhea 1

NATURALLY IT”S SO PERFECT, begitu yang terasa saat membaca novel remaja ini. Juga MASA REMAJA MASA BERJUTA RASA, begitu kura-kura, eh kira-kira, sebagaimana yang terdengar dari banyak teman saat bicara masa-masa remaja (ehm! Hehe ... )
.
Nah! Begitu juga yang dialami Adhe di novel ini, dan Dhea, sebagai lakon utama di Novel Assalamualaiku Adhea karya  Anne Mursyid ini.
.
 Novel ini bercerita tentang kisah persahabatan anak remaja kelas sembilan yang solid dengan sahabat-sahabatnya, juga cinta pertama yang tidak disadari diawalnya oleh Adhe dan Dhea. Cinlok, jika boleh saya sebut, yang dengan jelas, digambarkan sebabnya kisah seru nan manisa ini dikisahkan oleh author. Dimana Adhe dan Dhea juga awalnya--hingga kenal dengan akrab-karena dipanas-panasii para kawan-kawannya untuk ikut melihat kedatangan siswi baru, pindahan dari kota Bandung Jawa Barat, ke Penajam Kalimantan Timur. Yup! Siswi baru yang menghebohkan itu tidak lain adalah Dhea sendiri.
.
Kehebohan anak laki-laki di sekolah Adhe memang bukan tanpa sebab. Dhea, selain pendiam juga cantik dan manis, wajahnya yang seakan kontras dengan kabanyakan wajah para siswi di Penajam—saat itu-juga menjadi salah satu sebab Dhea terlihat berbeda. (Baiklah, cantik itu memang relatif, tapi Dhea mamang tidak hanya cantik, tapi juga lakon utamanya, kan? eh.)
.
Dari sinilah kehidupan seorang remaja seusia Adhe, di umurnya yang menginjak kelas sembilan mulai meriak, bergejolak! hingga meriang panas dingin, mempengaruhi hati dan jiwanya( wow!), padahal Adhe sebelumnya terbiasa cuek dengan teman perempuan.
---Perlu saya jelaskan sebelumnya, ya ... diawal-awal novel ini, di kisahkan Adhe seabagai salah satu remaja yang termasuk beruntung, yang mendapat bekal dan kasih sayang yang cukup dari orang tua dan kakak-kakaknya—terutama Bayu, kakak Adhe yang kedua. Tapi kehadiran Dhea dari Bandung itu rupanya membuat perasaan aneh itu datang tanpa disadari Adhe sejak awal. Karena Adhe selalu ingat pesan Kakaknya Bayu; bahwa tugas utama sebagai pelajar adalah belajar, untuk itulah Adhe memilih mejaga jarak dengan para siswisangat menjaga perasaan dan hatinya untuk tidak dulu mempunyai pacar. Tapi ternyata cinta bergerak dengan sendirinya sejak berkenalan dengan Dhea, hanya saja Adhe bukan menganggap perasaan itu sebuah perasaan cinta kepada lawan jenis, tapi persahabatan.---
.
Awalnya Adhe mengenal Dhea karena di paksa para sahabanya sendiri di Genk Armada Lima di kelas 9A. Dhea yang dihebohkan banyak anak laki-laki karena kecantikannya yang tidak umum dengan kebanyakan para siswi di Penajam hingga membuat anggota Armada Lima itu penasaran.  Seakan Dhea bidadari turun dari langit saja. hehehe ...
 .
Uniknya, keseruan kisah Adhe dan Dhea ini tidak melulu kisah cinta monyet semata (seperti novel remaja umumnya). Meski novel ini mengambil segmentasi remaja, cerdasnya dari penulis yang kesehariannya disibukan dengan tugas mengajar dan mempelajari keunikan jiwa anak SMP  juga hingga mengupas gejala dan makna cinta sejati dengan lembut dan halus.
 .
Mari kita simak pengalan Novel ini sekilas,
 [[[ “Hati itu seperti kaca, mudah patah, jika hatimu kau arahkan kepada manusia ... yakinlah! Hatimu (jika begitu) akan kembali kepadamu dalam keadaan patah! Dan jika telah patah, kamu tidak akan bisa menjadikannya seperti sedia kala! Berbeda jika kamu arahkan hatimu kepada Allah ... hatimu akan lebih kokoh daripada sebelumnya, karena Allah tidak pernah memberi harapan palsu kepada hamba-Nya,” Adhe terngiang kata-kata kakaknya, yang mirip dengan ceramah Ustadz Hanan At Taki yang Adhe dengar dari Youtube.
 Mungkin benar, Adhe telah mengarahkan hatinya kepada Dhea, siswi pindahan yang baru dikenalnya, tapi Adhe juga berusaha membela dirinya dengan kata-kata Bu Nana—guru BK, “Rasa suka itu sunatullah, sikapi dengan bijaksana, biarkan rasa itu, tetap diam, sampai rasa itu hilang dengan sendirinya.” ]]]
.
Jenius! Penulis benar-benar menguasai apa yang di tulisnya sebagai guru bahasa yang juga merangkap sebagai guru bimbingan konseling (BK), dimana ... pergolakan jiwa Adhe dapat menguar sedemikian dalam dalam kenaturalannya sebagai remaja. Bagaimana keseharian pikiran dan jiwa seorang murid anak kelas sembilan yang hidup dalam didikan agama yang cukup ketat dalam keluarga Adhe (jangan-jangan ada sisipan curcol penulisnya juga di novel ini ya, haha :D ). Hahaha :D !
.
Ok, mari kita simak penggalan selanjutnya;
[[[ Tetapi Adhe hanya anak laki-laki berusia tujuh belas tahun, yang hanya tahu bahwa dia tersiksa dengan rasa yang dia pendam, dan menahan untuk bisa tetap menyukai Dhea dalam diam. ]]]
 .
Bayangkan! Adhe, seorang remaja,  anak paling bungsu dalam pemanjaan ibunya, harus menghadapi pergolakan batin sedemikian rupa! Hingga gelagat emosi yang mulai aneh terlihat jelas di mata kakak Adhe yang bernama Bayu sebagai penangung jawab adik-adiknya di keluarga (Sebagaimana tadi diceritakan, Bayu seorang kakak yang begitu ketat menjaga adik-adiknya dalam urusan agama dan pendidikan.) Tapi sekali lagi saya sebut, Adhe digambarkan termasuk seorang remaja yang beruntung. Selain dengan kehadiran kawanan Armada Lima yang selalu menyertainya, Adhe juga dibesarkan dilingkungan yang tidak kurang dalam hal kasih sayang yang pembiasaan ritual agama. Hingga pergolakan batinnya yang berat itu dapat disembunyikannya di mata Dhea dan Bayu, kakaknya .
.
Dari kisah ini, Dhea pun akhirnya terkesan menyukai Adhe. Hanya saja  untungnya Dhea seorang wanita (dan seorang wanita umunya lebih memilih menunggu dan memendam keberkesanan Adhe di hatinya yang sensitif. Tidak seperti keluarga Adhe, Dhea memang di besarkan di keluarga yang lebih moderat, hanya saja Dhea adalah seorang anak sulung yang secara tidak langsung mengajarinya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Soal bagaimana karakter adik laki-laki Dhea yang juga unik dikisahkan di novel ini. Cari saja! hehe.
.
 Balik lagi ke lakon utama bernama Adhe. Ya! Begitulah ...
Begitulah seorang remaja bernamaAdhe menghadapi anomali perasaannya, yang belum dikenalnya betul sebagaimana yang kita biasa menyebutnya sebagai perasaan cinta.
.
Adhe telah berusaha menjaga semuanya tetap baik-baik saja, hingga suatu saat, seorang teman Dhea hadir dan membuat Dhea meanngis. Adhe, yang saat itu tidak jauh bersama kawanan Armada Lima dan juga Dhea sendiri tidak terima dan bertengkar. Hingga kejadian perkelahian dengan anak SMP tetangga itu menjadi awal penyelidikan Kak Bayu dengan keadaan jiwa Adhe, adik dekatnya sendiri. Disinilah Bayu mengenalkan apa itu cinta dan pengaruhnya,

 “Jika yang disakiti itu bukan Dhea ... Apa kau juga akan semarah itu?”

Satu pertanyaan kakak Adhe itu telak membuat Adhe terdiam tidak menjawab.

Bayu begitu keras dalam urusan yang satu ini, dasar tauhidnya soal cinta tidak main-main menekankan kepada Adhe. Namun dari sanalah, diri Adhe sadar telah mencintai Dhea melebihi kecintaan Allah dan Rasulnya hingga beristigfar.
.
Demi menyadari kejiwaan Adhe, yang  di masa-masa saat itu harusnya menyipkan bekal ilmu dengan fokus, Bayu memutuskan akan mengirim adiknya itu ke pesantren di jawa. Bayu menyadari, bahwa adiknya itu kini telah beranjak dewasa, dan perlu penanganan lebih serius dan kondusif untuk agama dan tugas belajarnya sebagai seorang anak kelas sembilan.
.
[[[ Sampai akhirnya Adhe harus beanr-benar diam, dan menyerah kepada keputusan Bayu, Kakaknya. Menyerah kepada jarak yang menjauhkan Adhe dari sahabat-sahabat Armada Lima-nya; Junta, Bryan, Rio, dan Alfa, dan tentu saja ... juga dari Dhea---tanpa bisa mengucapkan selamat tinggal-dan entah hingga sampai kapan, Adhe akan tetap diam (dengan perasaannya)
.
Baiklah, mungkin kita akan—ada-yang sedikit kesal dengan kecohan author dengan memberi judul Assalamualaikum Adhea. (aslinya aku kesel! kukira Adhea bukan singkatan dari Adhe dan Dhea ... pantesan hingga tamat membaca tokoh bernama Adhea itu nggak ada :’( ) . Tapi percaya deh! membeli novel ini takkan rugi, jika menimbang ilmu kejiwaan hakiki dan keseruan kisah didalamnya, bahkan murah! Untuk ukuran harga dan ketebalan buku hingga  (Bisa pesan via aku kalo mau, murah kok! Cuma sepuluh ribu lebih mahal aja dari tarif normal, hehe).
.
Ok lanjut!
Akhirnya novel ini ditutup dengan SAD ENDING, hiks :’( .Tapi juga menimbulkan rasa penasaran baru bagi pembacanya;
Apakah cinta Adhe dan Dhea bisa terwujud? Bagaimana cara Ade menghadapi Bayu setelahnya? Bagaimana dengan para sahabat Armada Lima dengan perpisahan itu? Bagaimana dengan Dhea gadis cantik dari Bandung itu?
Duh ... ternyata kita harus membeli Novel lanjutannya Gaes! (Dasar author! Bisa aja ... wkwk )
.
Ok segitu dulu ya. Review Assalamualaikum 2 semoga segera menyusul. Seraya akuh menunggu kiriman Assalamualaikum 3 juga, eh hahah :D
.
>> Terima Kasih atas kepercayaan review bukunya Bu #Anne. Mursyid. Never Give Up! <<
.
Ar, 29 Sept 2019

#Reviewbukuindie1
https://kabutfiksi.blogspot.com/2019/09/review-novel-assalamualaikum-adhea-1.html
https://free.facebook.com/Arbooks-Bandung-110878773577456/
https://free.facebook.com/kitabkmajelis/

Note: Bagi yg ingin di review juga, bisa kirim dulu bukunya ke alamat saya ya, inbok dulu.

Jumat, 27 September 2019

Istigfar


.
Di antara kelucuan manusia itu kerap mengeluh dalam doa, "Warzukni ... warzukni ...". Sedang pikirannya terbang kian-kemari ... mencari-cari cara bagaimana menjual satu atau dua atau tiga buku, sebagaimana yang dirasa cukup dan mungkin, yang juga menurut pikirannya yang juga terbatas--pikiran yang seakan rezky dalam logikanya yang sempit. Hingga di selepas berdoa sebuah notif pesan masuk, dan memesan buku dalam jumlah ratusan. Eh bingung sendiri (bagaimana menyanggupinya?)
.
Sepi order bingung, ada order bingung. Dasar manusia, masih saja bingung dan mengeluh. Masih saja lupa, keuntungan jualan dan ikhtiar itu dua koridor rezky yang berbeda. Kadang diberikan bersamaan, kadang beriringan, kadang salah satunya.
.
Lupa, mungkin kita sering lupa. Tangan dan kaki yang ada bisa bernilai milyaran rupian bagi yang tuna daksa jika harus membeli (plus pasang) di Rumah Sakit, atau ginjal yang ada, atau mata yang ada, atau bibir yang ada, atau telinga yang ada, atau kewarasan yang ada, atau bahasa yang ada, atau kemaluan yang ada, eh.
.
"Warzukni! warzukni!" Tapi di kepalanya uang (tok'), di jiwanya pemaksaan keinginan, sekehendak hasrat yang sering terpikir jangka pendek, lalu meminta yang tidak dipahaminya betul. Lalu dengan congkaknya berkacak pinggang karena kecewa atas karunia yang tidak dipandangnya sesuai keinginan.
.
Atas nama keberhakan diri sebagai manusia, dengan lantangnya menyangka rupa-rupa kepada Sang Pencipta.
.
ar '2019
#Pic : Dari Bapak Erry Armanda