[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Minggu, 26 Maret 2017

Sehalus Angin Senja

Sayang, angin senja semilir datang tanpa bicara. Seketika saja ia masuk ke pintu petak kontraan kita yang sederhana, mengingatkan kembali pada sebentuk wajahmu yang sederhana, yang ku lihat berbahagia saat ku sebut ayah bersamaan dengan kukabarkan janin yang hidup dalam perutku ini. Sungguh angin ini begitu meneduhkan suasana kontrakan kita yang sebelumnya membuatku gerah.

 Sayang, dalam setiap gelak tawa kita, dalam setiap kemanisan cumbu rayumu padaku. Kau masih saja berusaha menutupi gejolak jiwa yang masih samar kukenali, kau tahu? Sebenarnya aku merasakan cemburu yang tidak berdasar pada apa yang selalu kau tutupi itu.

 Sayang, bagaimana ku mempertanyakan semua itu, rahasia yang kau kubur didasar palung hati terdalam. Maaf, bila lancang. Sebagai istri, aku merasa berhak untuk mengetahui segala apa yang kau simpan itu, apappun itu. Rasa ini bagai cemburu yang menghantui para kekasih terhadap yang dikasihinya, meski kau kulihat tersita banyak kesibukan di tiap harimu, tetap saja, selalu terpikir apa yang kau kubur seperti terpaksa jauh dipalung hatimu itu. Entahlah, apa ini sebatas keanehan biasa saat ngidamnya ibu hamil?

 Sayang, tahukah kau? Jika kerap kutakutkan jika berpisah denganmu? Hingga apa yang kupikirkan ini kerap terbawa hingga kedalam mimpi. Memkirnya bagai mengais kerikil di air keruh, hingga kerap ku bermimpi yang kurasa sunguh aneh.

 Sayang, tahukah kau? Suatu malam, saat kau berada diluar kota untuk urusan bisnismu itu, aku bermimpi sesuatu yang sungguh aneh, namun terasa begitu nyata. Bahkan hinga terbangun dengan nafas begitu sesak.

 Di mimpi itu kita terpisah, yang saat itu kurasa seperti disuatu kaki gunung yang tinggi. Saking tingginya hingg dapat kulihat permukaan kota seakan melengkus, tidak datar seperti saat kita memandang kota di puncak tower perkantoran saat setahun yang lalu, saat kau masih bekerja di perkantoran tersebut. Saking tingginya seakan kupandangi kota itu dikentigiian setinggi awan yang tertahan atmosfir. Sedang langitnya berwarna kelabu, kelabu yang tidak pernah kujumpai sepanjang hidup.

 Sementara aku terpana memandangi kota dikaki gunung yang begitu tinggi, tiba-tiba dari arah timur kulihat gelombang air yang begitu tinggi, airnya keruh, sangat gaduh menerpa kota yang sebelumnya hening. Aku seketika berlari menuju puncak gunung dan teriak sekeras-kerasnya, namun tiada seorangpun kulihat, sedangkan air makin kuat bergemuruh, semakin mendekat.

 Saat begitu panic itulah, seketika ada bus yang entah dari mana datangnya datang menghampiri dari samping kanan. Seketika seorang tua berpakaian serba putih membuka pintu dari dalam dan menyuruhku segera masuk. Yang ternyata telah banyak orang didalamnya, namun tidak satupun ku kenal.

 Sesaat saja saat sudah memasuki bus, seketika bus yang kutampangi begetar seakan ditabrak oleh sesuatu yang sangat keras. Kulihat air telah begerak kekaki gunung tempat kami berada, bahkan hingga bus kami tenggelam. Namun ajaib, tidak ada air yang masuk kedalamnya, bahkan bus tetap berjalan seakan berjalan diatas jalan raya yang kering.

 Dalam panic, aku hanya terdiam. Tercekat kataku untuk sekedar menanyakan apa sebenarnya yang terjadi. Dan semua orang yang menaiki bus memang tidak ada satupun yang berkata-kata. Semua diam hanya memandangi seisi kota yang porak-poranda terhantam gelombang air yang begitu tinggi.

 Sayang, setelah menyaksikan kehancuran kota yang begitu mengerikan itulah, jasadku terbangun, dan terjaga hingga adzan shubuh terdengar. Barulah aku mulai dapat sedikit tenang saat hingga kuambir air wudhu dan shalat dua rakaat. Dan baru kuingat pula, betapa beruntung, bahwa itu sebatas mimipi, dan menyadari masih ada waktu untuk bersujud kepada Sang Pencipta.

 Bila saja tidak pernah ku dengar penjelasanmu akan mimpi beserta anjuran rasul agar merahasiakan mimpi yang menurut kita buruk; ingin ku tanyakan mimpi aneh itu. Namun anehnya, saat kita bersama, selalu saja ku terlupa akan segala kecemansanku ini. Seakan, hadirmu membuat lari satu sisi hitam pikiranku dari sebagian pikiran yang lain.

Lalu, bagaimana akan arti hadirku kini untukmu suamiku?

#Tsabita, doa seorang ibu

Tidak ada komentar: