Amal sedikit tersenyum pagi ini,
hanya karena dirinya terbangun setengah jam lebih awal. “Setidaknya pagi ini
lebih pagi dari kemarin.” Amal menghibur dirinya sendiri, seraya melirik ke
samping kanannya, “Ah sayang, kau begitu bergairah semalam.” Dirinya merasa
lebih jantan, mendapati seorang perempuan telanjang yang tertidur begitu
nyenyak. Lelaki mana yang tidak akan bernapsu ditawari tidur dengannya? Apalagi
untuk seorang perantauan seperti Amal yang jauh dari istri dikampung. Semalam Amalmerasa
sangat puas, beban libido yang kian lama terpendam akhirnya tersalurkan.
Dipandanginya perempuan cantik itu, tersenyum lagi,hingga ia berlalu ke kamar
mandi.
Mandi
kilat selesai beberapa menit. Hanya dengan mengenakan handuk, Amal segera
menuju meja tulis di pinggir dipan. Diliriknya seorang perempuan di atas
ranjang, ia masih tertidur, “Ah sayang,
kau begitu kelelahan melayaniku ya?” Amal sedikit tertawa, lagi-lagi ia merasa
bertambah jantan.Perempuan di dekatnya jadi terbangun.
“Pagi
sayang.” Suara halus perempuan di ranjang Amal menyapa, dengan manja dan genit
kedua matanya menggoda.
“Pagi,
mm sayang, maaf pagi ini aku sedikit sibuk.” Amal tersenyum kaku, membalas. Perempuan
itu telah tahu maksud Amal, “Baiklah,
aku segera pergi.” Segera perempuan itu mengenakan seluruh pakaiannya, mencium
cepat mulut Amal dengan panas, lalu mengambil tas di atas meja dan mengeluarkan
segepok uang. Dengan masih tersenyum, perempuan itu menyerahkan langsung kepada
Amal dengan bangga.
“ini Dpnya aja ya mas, dan nanti
seluruh sisanya kuberikan saat program kehamilanku berhasil.” Suaranya manis
meski tidak muda, kembali ia mencium Amal singkat.
“Terima kasih ya.” Senyum
perempuan itu kembali mekar, lalu berlalu meninggalkan kamar dengan gemulai. Hingga
perempuan itu lenyap dibalik pintu keluar, Amal termenung sendiri, bayang
istrinya di kampung seketika berkelebat. “Ya Tuhan.” hatinya berdebar, namun
jiwanya tidak bisa menampik telah begitu menikmati perempuan semalam, dan dapat
uang pula? Duh!
Amal baru mengetahui sebulan
lalu, bahwa ada pekerjaan seenak dan semudah itu di kota, hati yang tidak
menentu kini tersulap lamunannya untuk menjadi orang kaya dengan cepat. Penuh
nikmat.
***
Hingga
menuju tengah hari, Amal merasa jenuh sendiri. Nyatanya, naskah yang diniatkan
sejak lama sebagai sumber penghasilan itu tidak juga rampung. Sendirinya telah
menilai naskahnya itu tidak bermutu sejak awal paragraf, hingga malas
meneruskan hingga akhir. Ia sobek lembaran naskah dengan kesal, dan menulis
sebuah cerita baru di kertas kosong. Tapi selalu saja buntu, pikirannya tidak
tentu.
Menjadi seorang penulis apa
sesusah ini? pikirnya. Lalu sebuah suara notif pesan gawai terdengar,
perenungan Amal tebak-menebak masa depan segera terhenti.
[ Ayah, jangan lupa makan siang
ya! love u ]
Amal membaca pesan singkat di
layar gawai dengan banyak emot cinta. Bibirnya jadi tersenyum, namun kecut.
Tiba-tiba kembali teringat ke perempuan yang membayar untuk benih menusia . “Ya Tuhan.” Keluh Amal,
dadanya tiba-tiba berdebar tak tenang, merasa sangat bersalah, dan takut. Lalu
ia teringat akan keharusannya mengirimkan sejumlah uang ke keluarga di kampung.
Uang pemberian dari perempuan yang memintanya benih manusia seperti menguap
dalam dua minggu. Sayup-sayup, Amal jadi teringat dan merindukan kembali
panggilan dari perempuan itu. Bercinta dengan hebat, lalu mendapatkan uang
banyak setelahnya. Dan bila perempuan itu hamil, akan mendapatkan lagi uang
sepuluh kali lipat dari uang yang diberikannya tempo hari. Wow!
KLUNG KLUNG
Tiba-tiba lamunan Amal buyar oleh
suara tanda pesan masuk. Lagi, pesan dari istri Amal di kampung mengisi layar
chat gawai, Amal segera membaca isinya;
[ Ayah sehat? Kok diem? Mama
khawatir loh, hampir sebulan ayah nggak kasih kabar, kan Ayah tahu sendiri,
mama disini buat beli pulsa aj susah. Kerjaan ayah disana lancar? Sebentar lagi
gajian kan? Asyik ... hehe ]
Pesan dari istrinya di kampung
serasa terlalu deras di dada Amal, karena Amal pikir belum juga mendapat
pekerjaan sungguhan di perantauan. Amal kalut sendiri, bagaimana nanti akhirnya
menghadapi istrinya. Amal termasuk suami yang takut dengan istrinya, karena
istrinya itu telah menjadi ibu bagi anak-anaknya, dan Amal tidak ingin keluarganya
kecewa, bagaimanapun caranya. Mengingat perannya sebagai kepala keluarga, Amal
jadi uring-uringan sendiri. Hingga sebuah pesan lain masuk, seketika wajahnya
berubah.
[ Mas, aku butuh malam ini,
kejemput di tempat kemarin jam 7 malam nanti ya ]
Ah! perempuan secantik itu ingin
bertahan dengan laki-laki yang tidak menyadari kemandulannya? amal sedikit
tertawa mengingatnya kembali. Tentu saja, bagaimana tidak? Suaminya itu telah
begitu mapan, selain gagah. Sejumlah uang yang di janjikan perempuan itu
sebelum tidur tidaklah mungkin keluar dari mulut perempuan pas-pasan pada umumnya,
lalu olah raga malam itu terjadi, dan Amal mendapatkan uang muka yang tidak
sedikit, hingga Amal dengar, perempuan itu benar-benar mengaku hamil.
****
Malam
ini Amal kembali terjaga, padahal malam telah hampir ke ujungnya. Amal tahu,
adzan awal biasa terdengar di awal sepertiga malam terakhir. Telah tiga bulan
berlalu, sejak olah raga malam terakhir Amal dengan perempuan yang memebli
benihnya itu, dan Amal telah pula kembali pulang ke kampung dan berkumpul
bersama keluarganya. Sejak kehamilan perempuan itu benar-benar terjadi, Amal
merasa terbuang. Tidak lagi sudi perempuan itu ia hubungi, apalagi untuk
kembali bersenggama dan memberikan uangnya kembali. Uang puluhan juta raib tak
dirasakannya habis di tiga bulan.
Bagaimana bisa dapat duit banyak?
pertanyaan itulah yang kerap menyesaki benak Amal sejak bangun hingga ia
tertidur kembali. Segala cara mendapatkan uang telah banyak melintas di kepala
Amal, cara halal maupun haram berebut serta memberi gambaran. Tapi sama saja
pikir Amal, tidak ada cara mudah dan cepat, secepat penyumbang benih. Amal kembali melamunkan saat pertama kali
berkenalan dengan seorang perempuan paruh baya di sekitar kontrakan tempatnya
tinggal, perempuan ramah juga cantik, tidak terlihat nakal bahkan liar di
ranjang. Ah, andai ada lagi seorang perempuan malang seperti itu, batin Amal
mengiba. Amal lupa, itu sebuah keinginan yang sebelumnya sangat ia benci.
Ada gejolak lain yang dirasakan
Amal selepas pergi ke kota. Libidonya seperti terus terobsesi, namun tidak
kepada istrinya sendiri. Hingga tubuhnya bertambah kurus menanggung candu
birahi dari hari ke hari.
“Mas, kok belum tidur?” Tiba-tiba,
sang istri disamping Amal terbangun. Merapat tubuhnya, memanja. Amal
mengerti keinginan istrinya kini, ia
balas dengan tersenyum dan balas merangkul, meski jauh dilubuk hatinya, ia
merasa malas, karena rasa nikmat bersetubuh dengan istrinya itu jadi terasa
hambar, tidak senikmat perempuan kota yang pernah membeli tubuhnya untuk
program kehamilan.
Lepas bercinta, sang istri
kembali terlelap saking letihnya. Perempuan itu bahkan tidak menunggu sang
suami tertidur. Tinggalah amal terjaga sendiri, merasakan hampa, juga resah.
Amal merasa sepi sendiri, yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan. Amal merasa
di permainkan keadaan.
Dipandanginya lagi sang istri
yang terlelap, Amal tidak juga mendapati syur-syur hasrat seperti tiga bulan sebelumnya, meski hingga Amal
melihat sebegitu lekat. Rasa bersalah telah membuat Amal kian resah, hingga terus
saja memerhati sang istri, yang sebenarnya hatinya sendiri melihat perempuan di sampingnya itu sebagai perempuan
paling cantik dan menentramkan, yang untuk itulah Amal pergi ke kota untuk
mencari uang berlebih. Karena denga uang itulah Amal melihat sang istri tidak
lagi teresahkan akan kebutuhan hidup sehari-hari. Hingga resah itu diharapkan
Amal berganti gairah, yang tak henti-hentinya ia impikan seperti di saat malam-malam
pertama Amal menikah. Tapi memang Amal kali ini tidak merasakan hasrat itu,
tidak lagi merasakan gemas bernapsu saat melihat kemolekan istrinya di atas ranjang,
tidak seperti sebelum ia pergi merantau. Bukan karena sang istri berubah
menjadi sosok yang kurang proporsional dimatanya, bukan! Sungguh bukan pula
karena fisik yang berubah turun kepesonaannya menurut mata idealitas Amal, bukan!.
Tapi karena kini Amal merasakan sensasi
yang berbeda, kerinduan yang berbeda, juga kegairahan yang berubah sejak
bersama perempuan pembeli benih-benihnya.
Ar, 25 juli 2019