[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Selasa, 06 Agustus 2019

Pada Suatu Nama


aku kutip segala, seinginku berlindung dari hujat. Aku pendam segala-gala kataku sendiri, sekecil nyali termamah dogma.
.
merah hitam luka bertimpah-timpah seusia masa, terselamatkan putih tebal bedak mama. Lalu ayah, ajarkan cara tersenyum disegala suasana.
.
hingga harga diri memberontak, kemapanan manja membelenggu. Liar ia menggetar segala senyum, yang reka, yang meski dusta, yang ternyata terindui akhirnya.
.
Engkau masih selimuti aku, selepas keterjatuhan yang karenaku sendiri telah teriak kecompang-campingan melawan dingin.
.
lupa, sendiriku yang tiada, hingga terhinggapi rindu tuk meronta, tertutup dusta keakuan yang kuingin ada.
.
tentang sebuah nama yang sentiasa mencari dan dicari. Akan sebuah nama, yang beriku hangat dan lelap. Akan sebuah nama ... Akan sebuah nama ... Akan sebuah nama ... Yang sentiasa ada. Meski tiada rasa dan aksara mampu tuk ingat dan tuliskan.
.
ar 2019

Sofia

Sofia, lelahkah dengan kata? pembenaran yang dikejar gumam dan teriak sedemi kelaziman rasa, sebuah ketenangan abadi di samudra jiwa yang beriak, takkan pernah diam.
.
Lingual tekstual selalu berubah sebagaimana sumbernya, jumlahnya sebanyak partikel laut yang menarik tenggelamkan para petualangnya, yang terbuai angin impian. Entah di siangnya, entah di malamnya. Aku lelah sebagai suatu kekalahan sekaligus kejujuran, namun anginnya terus saja memburu, hingga hilir mudik mengisi dada mimpi.
.
Sofia, di tangis tawanya petualanganmu mengarungi samudra pemikiran, selalu kunanti kau selamat di tepi evaluasi, daratan berkesudahan yang kusebutkan tadi sebagai suatu kekalahan. Dan kau, dapat ceritakan semua ... sebelum kukenalkan gerbang dunia daratan yang sama-sama tak terusiakan fana kita di dunia.
.
Sofia, buka matamu, basuh muka dengan secawan air samudra petualanganmu itu, mandi dan bersihkan pakaianmu,bawa secukupnya sebagai bekal petualangan selanjutnya, perjalanan kita masih panjang ke puncak altar pegunungan umat. Rimba di depan mata Sofia ... topeng garam samudra, segera berganti peluh keringat.
.
Sofia, sofisme, dan realisme kita yang fana.
ar, 06 Agustus 2019

Jumat, 02 Agustus 2019

Amal Kesepian



Amal sedikit tersenyum pagi ini, hanya karena dirinya terbangun setengah jam lebih awal. “Setidaknya pagi ini lebih pagi dari kemarin.” Amal menghibur dirinya sendiri, seraya melirik ke samping kanannya, “Ah sayang, kau begitu bergairah semalam.” Dirinya merasa lebih jantan, mendapati seorang perempuan telanjang yang tertidur begitu nyenyak. Lelaki mana yang tidak akan bernapsu ditawari tidur dengannya? Apalagi untuk seorang perantauan seperti Amal yang jauh dari istri dikampung. Semalam Amalmerasa sangat puas, beban libido yang kian lama terpendam akhirnya tersalurkan. Dipandanginya perempuan cantik itu, tersenyum lagi,hingga ia berlalu ke kamar mandi.
               
             Mandi kilat selesai beberapa menit. Hanya dengan mengenakan handuk, Amal segera menuju meja tulis di pinggir dipan. Diliriknya seorang perempuan di atas ranjang, ia  masih tertidur, “Ah sayang, kau begitu kelelahan melayaniku ya?” Amal sedikit tertawa, lagi-lagi ia merasa bertambah jantan.Perempuan di dekatnya jadi terbangun.

                “Pagi sayang.” Suara halus perempuan di ranjang Amal menyapa, dengan manja dan genit kedua matanya menggoda.

                “Pagi, mm sayang, maaf pagi ini aku sedikit sibuk.” Amal tersenyum kaku, membalas. Perempuan itu telah tahu maksud Amal,  “Baiklah, aku segera pergi.” Segera perempuan itu mengenakan seluruh pakaiannya, mencium cepat mulut Amal dengan panas, lalu mengambil tas di atas meja dan mengeluarkan segepok uang. Dengan masih tersenyum, perempuan itu menyerahkan langsung kepada Amal dengan bangga.

“ini Dpnya aja ya mas, dan nanti seluruh sisanya kuberikan saat program kehamilanku berhasil.” Suaranya manis meski tidak muda, kembali ia mencium Amal singkat.

“Terima kasih ya.” Senyum perempuan itu kembali mekar, lalu berlalu meninggalkan kamar dengan gemulai. Hingga perempuan itu lenyap dibalik pintu keluar, Amal termenung sendiri, bayang istrinya di kampung seketika berkelebat. “Ya Tuhan.” hatinya berdebar, namun jiwanya tidak bisa menampik telah begitu menikmati perempuan semalam, dan dapat uang pula? Duh!

Amal baru mengetahui sebulan lalu, bahwa ada pekerjaan seenak dan semudah itu di kota, hati yang tidak menentu kini tersulap lamunannya untuk menjadi orang kaya dengan cepat. Penuh nikmat.
                ***

                Hingga menuju tengah hari, Amal merasa jenuh sendiri. Nyatanya, naskah yang diniatkan sejak lama sebagai sumber penghasilan itu tidak juga rampung. Sendirinya telah menilai naskahnya itu tidak bermutu sejak awal paragraf, hingga malas meneruskan hingga akhir. Ia sobek lembaran naskah dengan kesal, dan menulis sebuah cerita baru di kertas kosong. Tapi selalu saja buntu, pikirannya tidak tentu.

Menjadi seorang penulis apa sesusah ini? pikirnya. Lalu sebuah suara notif pesan gawai terdengar, perenungan Amal tebak-menebak masa depan segera terhenti.

[ Ayah, jangan lupa makan siang ya! love u ]

Amal membaca pesan singkat di layar gawai dengan banyak emot cinta. Bibirnya jadi tersenyum, namun kecut. Tiba-tiba kembali teringat ke perempuan yang membayar untuk  benih menusia . “Ya Tuhan.” Keluh Amal, dadanya tiba-tiba berdebar tak tenang, merasa sangat bersalah, dan takut. Lalu ia teringat akan keharusannya mengirimkan sejumlah uang ke keluarga di kampung. Uang pemberian dari perempuan yang memintanya benih manusia seperti menguap dalam dua minggu. Sayup-sayup, Amal jadi teringat dan merindukan kembali panggilan dari perempuan itu. Bercinta dengan hebat, lalu mendapatkan uang banyak setelahnya. Dan bila perempuan itu hamil, akan mendapatkan lagi uang sepuluh kali lipat dari uang yang diberikannya tempo hari. Wow!

KLUNG KLUNG
Tiba-tiba lamunan Amal buyar oleh suara tanda pesan masuk. Lagi, pesan dari istri Amal di kampung mengisi layar chat gawai, Amal segera membaca isinya;

[ Ayah sehat? Kok diem? Mama khawatir loh, hampir sebulan ayah nggak kasih kabar, kan Ayah tahu sendiri, mama disini buat beli pulsa aj susah. Kerjaan ayah disana lancar? Sebentar lagi gajian kan? Asyik ... hehe ] 

Pesan dari istrinya di kampung serasa terlalu deras di dada Amal, karena Amal pikir belum juga mendapat pekerjaan sungguhan di perantauan. Amal kalut sendiri, bagaimana nanti akhirnya menghadapi istrinya. Amal termasuk suami yang takut dengan istrinya, karena istrinya itu telah menjadi ibu bagi anak-anaknya, dan Amal tidak ingin keluarganya kecewa, bagaimanapun caranya. Mengingat perannya sebagai kepala keluarga, Amal jadi uring-uringan sendiri. Hingga sebuah pesan lain masuk, seketika wajahnya berubah.

[ Mas, aku butuh malam ini, kejemput di tempat kemarin jam 7 malam nanti ya ]

Ah! perempuan secantik itu ingin bertahan dengan laki-laki yang tidak menyadari kemandulannya? amal sedikit tertawa mengingatnya kembali. Tentu saja, bagaimana tidak? Suaminya itu telah begitu mapan, selain gagah. Sejumlah uang yang di janjikan perempuan itu sebelum tidur tidaklah mungkin keluar dari mulut perempuan pas-pasan pada umumnya, lalu olah raga malam itu terjadi, dan Amal mendapatkan uang muka yang tidak sedikit, hingga Amal dengar, perempuan itu benar-benar  mengaku hamil.
****

                Malam ini Amal kembali terjaga, padahal malam telah hampir ke ujungnya. Amal tahu, adzan awal biasa terdengar di awal sepertiga malam terakhir. Telah tiga bulan berlalu, sejak olah raga malam terakhir Amal dengan perempuan yang memebli benihnya itu, dan Amal telah pula kembali pulang ke kampung dan berkumpul bersama keluarganya. Sejak kehamilan perempuan itu benar-benar terjadi, Amal merasa terbuang. Tidak lagi sudi perempuan itu ia hubungi, apalagi untuk kembali bersenggama dan memberikan uangnya kembali. Uang puluhan juta raib tak dirasakannya habis di tiga bulan.

Bagaimana bisa dapat duit banyak? pertanyaan itulah yang kerap menyesaki benak Amal sejak bangun hingga ia tertidur kembali. Segala cara mendapatkan uang telah banyak melintas di kepala Amal, cara halal maupun haram berebut serta memberi gambaran. Tapi sama saja pikir Amal, tidak ada cara mudah dan cepat, secepat penyumbang benih.  Amal kembali melamunkan saat pertama kali berkenalan dengan seorang perempuan paruh baya di sekitar kontrakan tempatnya tinggal, perempuan ramah juga cantik, tidak terlihat nakal bahkan liar di ranjang. Ah, andai ada lagi seorang perempuan malang seperti itu, batin Amal mengiba. Amal lupa, itu sebuah keinginan yang sebelumnya sangat ia benci.

Ada gejolak lain yang dirasakan Amal selepas pergi ke kota. Libidonya seperti terus terobsesi, namun tidak kepada istrinya sendiri. Hingga tubuhnya bertambah kurus menanggung candu birahi dari hari ke hari.

“Mas, kok belum tidur?” Tiba-tiba, sang istri disamping Amal terbangun. Merapat tubuhnya, memanja. Amal mengerti  keinginan istrinya kini, ia balas dengan tersenyum dan balas merangkul, meski jauh dilubuk hatinya, ia merasa malas, karena rasa nikmat bersetubuh dengan istrinya itu jadi terasa hambar, tidak senikmat perempuan kota yang pernah membeli tubuhnya untuk program kehamilan.

Lepas bercinta, sang istri kembali terlelap saking letihnya. Perempuan itu bahkan tidak menunggu sang suami tertidur. Tinggalah amal terjaga sendiri, merasakan hampa, juga resah. Amal merasa sepi sendiri, yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan. Amal merasa di permainkan keadaan.

Dipandanginya lagi sang istri yang terlelap, Amal tidak juga mendapati syur-syur hasrat seperti  tiga bulan sebelumnya, meski hingga Amal melihat sebegitu lekat. Rasa bersalah telah membuat Amal kian resah, hingga terus saja memerhati sang istri, yang sebenarnya hatinya sendiri melihat  perempuan di sampingnya itu sebagai perempuan paling cantik dan menentramkan, yang untuk itulah Amal pergi ke kota untuk mencari uang berlebih. Karena denga uang itulah Amal melihat sang istri tidak lagi teresahkan akan kebutuhan hidup sehari-hari. Hingga resah itu diharapkan Amal berganti gairah, yang tak henti-hentinya ia impikan seperti di saat malam-malam pertama Amal menikah. Tapi memang Amal kali ini tidak merasakan hasrat itu, tidak lagi merasakan gemas bernapsu saat  melihat kemolekan istrinya di atas ranjang, tidak seperti sebelum ia pergi merantau. Bukan karena sang istri berubah menjadi sosok yang kurang proporsional dimatanya, bukan! Sungguh bukan pula karena fisik yang berubah turun kepesonaannya menurut mata idealitas Amal, bukan!. Tapi karena  kini Amal merasakan sensasi yang berbeda, kerinduan yang berbeda, juga kegairahan yang berubah sejak bersama perempuan pembeli benih-benihnya.
.
Ar, 25 juli 2019