[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Rabu, 25 September 2019

KATA LIRIH



/1/
.
Adakah ... yang lebih mengerikan dari keinginan jahat? DI mana kuat-lemahnya keinginan itu tidak pernah mati mengintaimu di setiap waktu. Menunggumu lengah, seraya terus! mengumpulkan kekuatanya guna memukulmu telak, tak berdaya, tak bernyawa, meski sekedar melanjutkan harap.
.
Hingga dunia dirasakan sebegitu hitam, tanpa kau rasakan harga diri itu nampak dan, tak membela, sedikitpun! Ya, kejujuran yang sebelumnya kau junjung sebagai kesucian itu kini serta merta menjadi hamba sang pemenggal yang tak berdaya dihadapan kesempurnaan nilai yang kau yakini, hingga memudahkanmu tuk datang dan terpenggal, keputusasaan.
.
Mungkin tanpa sebab, hingga kita menyadari segala kesalahan saat terkena pahitnya menuai akibat. Tapi mungkin juga dengan sebab, yang tanpa disadari sejak lama, benih kejahatan itu dibiarkan tertabur, bertabur, ditabur ... begitu saja. Kau akui semua itu.
.
“Tuhan telah mati di dada manusia,” ujar Nietzhi di bacaanmu membenak, lalu kau setujui dan melihat, tak secercah pun sinaran layak tuk sekedar kausebut wajar, sebagai pembelaan.
.
“Lalu untuk apa engkau hidup?” bisik ghaib dari ruang jiwamu perlahan meriuh menghakimi. “Kau, yang kian kemari memamaparkan harap kebaikan, menyuarakan indahnya kebersamaan kasih, nyatanya menyukai kejahatan? Munafiq!” ejeknya. “Ha ha ha! Munafiq!”
.
Kian riuh segala suara melemparkanmu ke ketidakberdayaan, eksistensimu hilang, tapi bukan menyerah kepada Sang Maha Rahmaan. Kau diam saja, merasa tak layak, bahkan hingga Iblish--sekalipun-sebagai hakim atas kesalahanmu membabi-buta mengeyahkan kesempatanmu ... kau kata layak. Jiwa kadung terkerdil hingga merasa mahluk itu masih lebih mulia atasmu. Segala adamu terampas rasa malu dan benci kepada dirimu sendiri.
.
“Tidak ada yang lebih memalukan daripada mempermalukan kebaikan yang diperjuangkan,” tangismu sejenak membenarkan. karena borok para mafia telah teranggap biasa, sesuai dengan apa yang mereka perjuangkan. Tapi kau? Yang kerap mengaku penggiat keluhuran?
.
Istigfar ... namun kau tidak merasakan kalimat itu hingga ke hadirat-Nya. Satu sisi kejujuran kembali berlaku melihat diri sendiri sebagai yang tak termaafkan. Kau tidak dapat lagi menangis, terlalu kesat hatimu sendiri kau rasakan, mungkin mati. Namun jiwa tidak juga diam, terus saja merasakan siksa, dan derita.
.
Adakah sudi seseorang mengerti? Sayup, secebis harap itu dibangkitkan. Oleh siapa? Entahlah. Dan, rasa malu terdiam, namun tidak lama kembali menghujammu, menyalahkanmu dengan mengingatkan paksa atas standar idealitas perfeksionismu sendiri.
.
AH! Jeritmu tercekik. Dan kau seketika tumbang, tak sadarkan diri.
***
.
“Bangkitlah! Anakku, Sang Maha Pemurah lebih berhak atasmu, dan tidak sejahat apa yang kau sangkakan.”
.
Terbangun, kau dapati sesosok putih membelakangimu. Perlahan, penuh lembut suaranya kau dengarkan bagai embunan pagi melewati tenggorokanmu yang sakit kekeringan, hingga terjaga seketika.
.
Ar, 23 Sept 2019

Tidak ada komentar: