[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Senin, 30 September 2019

Review Novel Assalamualaikum Adhea 1

NATURALLY IT”S SO PERFECT, begitu yang terasa saat membaca novel remaja ini. Juga MASA REMAJA MASA BERJUTA RASA, begitu kura-kura, eh kira-kira, sebagaimana yang terdengar dari banyak teman saat bicara masa-masa remaja (ehm! Hehe ... )
.
Nah! Begitu juga yang dialami Adhe di novel ini, dan Dhea, sebagai lakon utama di Novel Assalamualaiku Adhea karya  Anne Mursyid ini.
.
 Novel ini bercerita tentang kisah persahabatan anak remaja kelas sembilan yang solid dengan sahabat-sahabatnya, juga cinta pertama yang tidak disadari diawalnya oleh Adhe dan Dhea. Cinlok, jika boleh saya sebut, yang dengan jelas, digambarkan sebabnya kisah seru nan manisa ini dikisahkan oleh author. Dimana Adhe dan Dhea juga awalnya--hingga kenal dengan akrab-karena dipanas-panasii para kawan-kawannya untuk ikut melihat kedatangan siswi baru, pindahan dari kota Bandung Jawa Barat, ke Penajam Kalimantan Timur. Yup! Siswi baru yang menghebohkan itu tidak lain adalah Dhea sendiri.
.
Kehebohan anak laki-laki di sekolah Adhe memang bukan tanpa sebab. Dhea, selain pendiam juga cantik dan manis, wajahnya yang seakan kontras dengan kabanyakan wajah para siswi di Penajam—saat itu-juga menjadi salah satu sebab Dhea terlihat berbeda. (Baiklah, cantik itu memang relatif, tapi Dhea mamang tidak hanya cantik, tapi juga lakon utamanya, kan? eh.)
.
Dari sinilah kehidupan seorang remaja seusia Adhe, di umurnya yang menginjak kelas sembilan mulai meriak, bergejolak! hingga meriang panas dingin, mempengaruhi hati dan jiwanya( wow!), padahal Adhe sebelumnya terbiasa cuek dengan teman perempuan.
---Perlu saya jelaskan sebelumnya, ya ... diawal-awal novel ini, di kisahkan Adhe seabagai salah satu remaja yang termasuk beruntung, yang mendapat bekal dan kasih sayang yang cukup dari orang tua dan kakak-kakaknya—terutama Bayu, kakak Adhe yang kedua. Tapi kehadiran Dhea dari Bandung itu rupanya membuat perasaan aneh itu datang tanpa disadari Adhe sejak awal. Karena Adhe selalu ingat pesan Kakaknya Bayu; bahwa tugas utama sebagai pelajar adalah belajar, untuk itulah Adhe memilih mejaga jarak dengan para siswisangat menjaga perasaan dan hatinya untuk tidak dulu mempunyai pacar. Tapi ternyata cinta bergerak dengan sendirinya sejak berkenalan dengan Dhea, hanya saja Adhe bukan menganggap perasaan itu sebuah perasaan cinta kepada lawan jenis, tapi persahabatan.---
.
Awalnya Adhe mengenal Dhea karena di paksa para sahabanya sendiri di Genk Armada Lima di kelas 9A. Dhea yang dihebohkan banyak anak laki-laki karena kecantikannya yang tidak umum dengan kebanyakan para siswi di Penajam hingga membuat anggota Armada Lima itu penasaran.  Seakan Dhea bidadari turun dari langit saja. hehehe ...
 .
Uniknya, keseruan kisah Adhe dan Dhea ini tidak melulu kisah cinta monyet semata (seperti novel remaja umumnya). Meski novel ini mengambil segmentasi remaja, cerdasnya dari penulis yang kesehariannya disibukan dengan tugas mengajar dan mempelajari keunikan jiwa anak SMP  juga hingga mengupas gejala dan makna cinta sejati dengan lembut dan halus.
 .
Mari kita simak pengalan Novel ini sekilas,
 [[[ “Hati itu seperti kaca, mudah patah, jika hatimu kau arahkan kepada manusia ... yakinlah! Hatimu (jika begitu) akan kembali kepadamu dalam keadaan patah! Dan jika telah patah, kamu tidak akan bisa menjadikannya seperti sedia kala! Berbeda jika kamu arahkan hatimu kepada Allah ... hatimu akan lebih kokoh daripada sebelumnya, karena Allah tidak pernah memberi harapan palsu kepada hamba-Nya,” Adhe terngiang kata-kata kakaknya, yang mirip dengan ceramah Ustadz Hanan At Taki yang Adhe dengar dari Youtube.
 Mungkin benar, Adhe telah mengarahkan hatinya kepada Dhea, siswi pindahan yang baru dikenalnya, tapi Adhe juga berusaha membela dirinya dengan kata-kata Bu Nana—guru BK, “Rasa suka itu sunatullah, sikapi dengan bijaksana, biarkan rasa itu, tetap diam, sampai rasa itu hilang dengan sendirinya.” ]]]
.
Jenius! Penulis benar-benar menguasai apa yang di tulisnya sebagai guru bahasa yang juga merangkap sebagai guru bimbingan konseling (BK), dimana ... pergolakan jiwa Adhe dapat menguar sedemikian dalam dalam kenaturalannya sebagai remaja. Bagaimana keseharian pikiran dan jiwa seorang murid anak kelas sembilan yang hidup dalam didikan agama yang cukup ketat dalam keluarga Adhe (jangan-jangan ada sisipan curcol penulisnya juga di novel ini ya, haha :D ). Hahaha :D !
.
Ok, mari kita simak penggalan selanjutnya;
[[[ Tetapi Adhe hanya anak laki-laki berusia tujuh belas tahun, yang hanya tahu bahwa dia tersiksa dengan rasa yang dia pendam, dan menahan untuk bisa tetap menyukai Dhea dalam diam. ]]]
 .
Bayangkan! Adhe, seorang remaja,  anak paling bungsu dalam pemanjaan ibunya, harus menghadapi pergolakan batin sedemikian rupa! Hingga gelagat emosi yang mulai aneh terlihat jelas di mata kakak Adhe yang bernama Bayu sebagai penangung jawab adik-adiknya di keluarga (Sebagaimana tadi diceritakan, Bayu seorang kakak yang begitu ketat menjaga adik-adiknya dalam urusan agama dan pendidikan.) Tapi sekali lagi saya sebut, Adhe digambarkan termasuk seorang remaja yang beruntung. Selain dengan kehadiran kawanan Armada Lima yang selalu menyertainya, Adhe juga dibesarkan dilingkungan yang tidak kurang dalam hal kasih sayang yang pembiasaan ritual agama. Hingga pergolakan batinnya yang berat itu dapat disembunyikannya di mata Dhea dan Bayu, kakaknya .
.
Dari kisah ini, Dhea pun akhirnya terkesan menyukai Adhe. Hanya saja  untungnya Dhea seorang wanita (dan seorang wanita umunya lebih memilih menunggu dan memendam keberkesanan Adhe di hatinya yang sensitif. Tidak seperti keluarga Adhe, Dhea memang di besarkan di keluarga yang lebih moderat, hanya saja Dhea adalah seorang anak sulung yang secara tidak langsung mengajarinya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Soal bagaimana karakter adik laki-laki Dhea yang juga unik dikisahkan di novel ini. Cari saja! hehe.
.
 Balik lagi ke lakon utama bernama Adhe. Ya! Begitulah ...
Begitulah seorang remaja bernamaAdhe menghadapi anomali perasaannya, yang belum dikenalnya betul sebagaimana yang kita biasa menyebutnya sebagai perasaan cinta.
.
Adhe telah berusaha menjaga semuanya tetap baik-baik saja, hingga suatu saat, seorang teman Dhea hadir dan membuat Dhea meanngis. Adhe, yang saat itu tidak jauh bersama kawanan Armada Lima dan juga Dhea sendiri tidak terima dan bertengkar. Hingga kejadian perkelahian dengan anak SMP tetangga itu menjadi awal penyelidikan Kak Bayu dengan keadaan jiwa Adhe, adik dekatnya sendiri. Disinilah Bayu mengenalkan apa itu cinta dan pengaruhnya,

 “Jika yang disakiti itu bukan Dhea ... Apa kau juga akan semarah itu?”

Satu pertanyaan kakak Adhe itu telak membuat Adhe terdiam tidak menjawab.

Bayu begitu keras dalam urusan yang satu ini, dasar tauhidnya soal cinta tidak main-main menekankan kepada Adhe. Namun dari sanalah, diri Adhe sadar telah mencintai Dhea melebihi kecintaan Allah dan Rasulnya hingga beristigfar.
.
Demi menyadari kejiwaan Adhe, yang  di masa-masa saat itu harusnya menyipkan bekal ilmu dengan fokus, Bayu memutuskan akan mengirim adiknya itu ke pesantren di jawa. Bayu menyadari, bahwa adiknya itu kini telah beranjak dewasa, dan perlu penanganan lebih serius dan kondusif untuk agama dan tugas belajarnya sebagai seorang anak kelas sembilan.
.
[[[ Sampai akhirnya Adhe harus beanr-benar diam, dan menyerah kepada keputusan Bayu, Kakaknya. Menyerah kepada jarak yang menjauhkan Adhe dari sahabat-sahabat Armada Lima-nya; Junta, Bryan, Rio, dan Alfa, dan tentu saja ... juga dari Dhea---tanpa bisa mengucapkan selamat tinggal-dan entah hingga sampai kapan, Adhe akan tetap diam (dengan perasaannya)
.
Baiklah, mungkin kita akan—ada-yang sedikit kesal dengan kecohan author dengan memberi judul Assalamualaikum Adhea. (aslinya aku kesel! kukira Adhea bukan singkatan dari Adhe dan Dhea ... pantesan hingga tamat membaca tokoh bernama Adhea itu nggak ada :’( ) . Tapi percaya deh! membeli novel ini takkan rugi, jika menimbang ilmu kejiwaan hakiki dan keseruan kisah didalamnya, bahkan murah! Untuk ukuran harga dan ketebalan buku hingga  (Bisa pesan via aku kalo mau, murah kok! Cuma sepuluh ribu lebih mahal aja dari tarif normal, hehe).
.
Ok lanjut!
Akhirnya novel ini ditutup dengan SAD ENDING, hiks :’( .Tapi juga menimbulkan rasa penasaran baru bagi pembacanya;
Apakah cinta Adhe dan Dhea bisa terwujud? Bagaimana cara Ade menghadapi Bayu setelahnya? Bagaimana dengan para sahabat Armada Lima dengan perpisahan itu? Bagaimana dengan Dhea gadis cantik dari Bandung itu?
Duh ... ternyata kita harus membeli Novel lanjutannya Gaes! (Dasar author! Bisa aja ... wkwk )
.
Ok segitu dulu ya. Review Assalamualaikum 2 semoga segera menyusul. Seraya akuh menunggu kiriman Assalamualaikum 3 juga, eh hahah :D
.
>> Terima Kasih atas kepercayaan review bukunya Bu #Anne. Mursyid. Never Give Up! <<
.
Ar, 29 Sept 2019

#Reviewbukuindie1
https://kabutfiksi.blogspot.com/2019/09/review-novel-assalamualaikum-adhea-1.html
https://free.facebook.com/Arbooks-Bandung-110878773577456/
https://free.facebook.com/kitabkmajelis/

Note: Bagi yg ingin di review juga, bisa kirim dulu bukunya ke alamat saya ya, inbok dulu.

Jumat, 27 September 2019

Istigfar


.
Di antara kelucuan manusia itu kerap mengeluh dalam doa, "Warzukni ... warzukni ...". Sedang pikirannya terbang kian-kemari ... mencari-cari cara bagaimana menjual satu atau dua atau tiga buku, sebagaimana yang dirasa cukup dan mungkin, yang juga menurut pikirannya yang juga terbatas--pikiran yang seakan rezky dalam logikanya yang sempit. Hingga di selepas berdoa sebuah notif pesan masuk, dan memesan buku dalam jumlah ratusan. Eh bingung sendiri (bagaimana menyanggupinya?)
.
Sepi order bingung, ada order bingung. Dasar manusia, masih saja bingung dan mengeluh. Masih saja lupa, keuntungan jualan dan ikhtiar itu dua koridor rezky yang berbeda. Kadang diberikan bersamaan, kadang beriringan, kadang salah satunya.
.
Lupa, mungkin kita sering lupa. Tangan dan kaki yang ada bisa bernilai milyaran rupian bagi yang tuna daksa jika harus membeli (plus pasang) di Rumah Sakit, atau ginjal yang ada, atau mata yang ada, atau bibir yang ada, atau telinga yang ada, atau kewarasan yang ada, atau bahasa yang ada, atau kemaluan yang ada, eh.
.
"Warzukni! warzukni!" Tapi di kepalanya uang (tok'), di jiwanya pemaksaan keinginan, sekehendak hasrat yang sering terpikir jangka pendek, lalu meminta yang tidak dipahaminya betul. Lalu dengan congkaknya berkacak pinggang karena kecewa atas karunia yang tidak dipandangnya sesuai keinginan.
.
Atas nama keberhakan diri sebagai manusia, dengan lantangnya menyangka rupa-rupa kepada Sang Pencipta.
.
ar '2019
#Pic : Dari Bapak Erry Armanda

Rabu, 25 September 2019

KATA LIRIH



/1/
.
Adakah ... yang lebih mengerikan dari keinginan jahat? DI mana kuat-lemahnya keinginan itu tidak pernah mati mengintaimu di setiap waktu. Menunggumu lengah, seraya terus! mengumpulkan kekuatanya guna memukulmu telak, tak berdaya, tak bernyawa, meski sekedar melanjutkan harap.
.
Hingga dunia dirasakan sebegitu hitam, tanpa kau rasakan harga diri itu nampak dan, tak membela, sedikitpun! Ya, kejujuran yang sebelumnya kau junjung sebagai kesucian itu kini serta merta menjadi hamba sang pemenggal yang tak berdaya dihadapan kesempurnaan nilai yang kau yakini, hingga memudahkanmu tuk datang dan terpenggal, keputusasaan.
.
Mungkin tanpa sebab, hingga kita menyadari segala kesalahan saat terkena pahitnya menuai akibat. Tapi mungkin juga dengan sebab, yang tanpa disadari sejak lama, benih kejahatan itu dibiarkan tertabur, bertabur, ditabur ... begitu saja. Kau akui semua itu.
.
“Tuhan telah mati di dada manusia,” ujar Nietzhi di bacaanmu membenak, lalu kau setujui dan melihat, tak secercah pun sinaran layak tuk sekedar kausebut wajar, sebagai pembelaan.
.
“Lalu untuk apa engkau hidup?” bisik ghaib dari ruang jiwamu perlahan meriuh menghakimi. “Kau, yang kian kemari memamaparkan harap kebaikan, menyuarakan indahnya kebersamaan kasih, nyatanya menyukai kejahatan? Munafiq!” ejeknya. “Ha ha ha! Munafiq!”
.
Kian riuh segala suara melemparkanmu ke ketidakberdayaan, eksistensimu hilang, tapi bukan menyerah kepada Sang Maha Rahmaan. Kau diam saja, merasa tak layak, bahkan hingga Iblish--sekalipun-sebagai hakim atas kesalahanmu membabi-buta mengeyahkan kesempatanmu ... kau kata layak. Jiwa kadung terkerdil hingga merasa mahluk itu masih lebih mulia atasmu. Segala adamu terampas rasa malu dan benci kepada dirimu sendiri.
.
“Tidak ada yang lebih memalukan daripada mempermalukan kebaikan yang diperjuangkan,” tangismu sejenak membenarkan. karena borok para mafia telah teranggap biasa, sesuai dengan apa yang mereka perjuangkan. Tapi kau? Yang kerap mengaku penggiat keluhuran?
.
Istigfar ... namun kau tidak merasakan kalimat itu hingga ke hadirat-Nya. Satu sisi kejujuran kembali berlaku melihat diri sendiri sebagai yang tak termaafkan. Kau tidak dapat lagi menangis, terlalu kesat hatimu sendiri kau rasakan, mungkin mati. Namun jiwa tidak juga diam, terus saja merasakan siksa, dan derita.
.
Adakah sudi seseorang mengerti? Sayup, secebis harap itu dibangkitkan. Oleh siapa? Entahlah. Dan, rasa malu terdiam, namun tidak lama kembali menghujammu, menyalahkanmu dengan mengingatkan paksa atas standar idealitas perfeksionismu sendiri.
.
AH! Jeritmu tercekik. Dan kau seketika tumbang, tak sadarkan diri.
***
.
“Bangkitlah! Anakku, Sang Maha Pemurah lebih berhak atasmu, dan tidak sejahat apa yang kau sangkakan.”
.
Terbangun, kau dapati sesosok putih membelakangimu. Perlahan, penuh lembut suaranya kau dengarkan bagai embunan pagi melewati tenggorokanmu yang sakit kekeringan, hingga terjaga seketika.
.
Ar, 23 Sept 2019