[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Kamis, 17 Oktober 2019

SANTUN SEJAK DALAM PIKIRAN

(Cerpen mini)

   “Baik-baik aja kok, semua system saraf normal, Soal kenapa adik ini gagap saat bicara ... Adik hanya harus sedikit santai, segala yang terlintas di benak, tak mesti segera diucapkan ... dan, tidak mesti takut nggak kebagian waktu bicara,” 
.
    Suara Dokter Hasan terdengar begitu teduh ditelinga remaja lelaki itu. Mendengarnya, seakan dunia dirasakan kembali terasa lapang.
.
   “Ta’ tapi Dok ... te’ tetangga saya di dekat rumah, bi’ bilang saya ada gangguan syarf karena gagap,” remaja lelaki itu seketika mengadu. Ada sedikit ragu yang ingin dihilangkan dibenaknya, dan sosok seorang Dokter dihadapannya itulah yang tentunya dianggap paling tahu soal kesehatan dan penyakit, bukan tetangga.
.
   “Apa tetangga Adik itu seorang tenaga medis ?” sahut Dokter Hasan santai, lagi-lagi senyum bersahaja itu terbit. Senyum itulah yang membuat pasien kali ini dapat merasa lebih tenang, hingga gagap bicaranya mereda.
.
   “Bu’ bukan... Dok.”
.
   “Hehe ... Tidak ngerti soal medis kok bilang Adik kena gangguan syaraf?” Dokter Hasan tertawa renyah. Remaja dihadapannya hanya ikut terkekeh pelan. Kali Dokter Hasan telah melenyapkan kekhawatiran pasiennya, keduanya merasa senang.
.
   “Mungkin adik merasa tertekan saja hingga bicara sedikt gagap, santai saja, nggak usah didenger semua apa kata orang, dan tenang ... jangan takut tidak kebagian balas bicara,”
.
   “Siap Dok, terima kasih banyak .... mmm, saya pamit,”
.
   “Kembali, banyak ... Dik.” Dokter Hasan kembali tertawa. Mereka kembali tertawa.
.
   Hingga akhirnya pasien remaja lelaki itu berlalu, Dokter Hasan sedikit menyenderkan tubuhnya sekadar mengendurkan ketegangan. Ada setengah jam kedepan ke waktu Dzuhur, biasanya tidak ada lagi pasien hendak berobat ke Puskesmas. Belum lama Dokter Hasan menempati ruang praktek sebagai dokter umum di PUSKESMAS Jati Mandiri--sebuah PUSKESMAS kecil yang belum lama didirikan pemerintah di jantung Kampung Sukatani. Karena tidak ingin waktu berlalu begitu saja, tangan kanan Dokter muda itu segera membuka laci, dan mengambil Qur’an terjemahan.
Dibukanya kitab suci itu dengan asal, selepas bismilah dalam hati. Dan tertegun, mendapati ternyata yang terbuka kali ini adalah surah Al An’aam ayat seratus sembilan belas. Ada sebagian kalimat yang begitu menyita perhatiannya, lalu batinnya menggumam sendiri, membaca sekilas ayat Allah tersebut;
.
   --“ ... Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan ....” (*
.
   Apakah remaja tadi juga termasuk korban hawa napsu sebagian orang yang bicara tanpa pengetahuan? Dokter hasan membatin. Wallahu’alam, segera dijawabnya kembaki pikirannya yang melintas begitu saja. Perasaannya takut, termasuk yang mendahului Allah dan Rasul dengan menganggap telah memahami dengan sebenarnya akan akan ayat itu. Lalu kedua matanya sekali membaca satu ayat itu. Kali ini ia perhatikan satu ayat seluruhnya, dengan lengkap;
.
   --- “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” ---
.
  Demi membacanya berulang, seketika Dokter Hasan merasakan pikirannya penuh. Hingga tak Adzan Dzuhur terdengar, dirinya baru kuasa menutup kitab suci yang dipegangnya.
***
.
    Di Kampung Sukatani, kebanyakan para penduduknya terbiasa bangun sejak malam belum beranjak sepenuhnya. Selepas para lelakinya berjamaah shalat subuh di Langgar, biasanya mereka bercengkrama sejenak, satu sama lain, sebelum masing-masing dari mereka pergi ke ladang atau sawah. Dokter Hasan kali termasuk di dalamnya, ikut berbaur dengan para warga setempat meski hanya diam dan mendengarkan. Sebagai seorang pendatang, Dokter Hasan terlalu sungkan untuk ikut bicara, dan juga ... dirinya memang kurang mengenal apa-apa tentang pertanian.
.
    Akhirnya satu persatu jamaah Langgar berlalu, tinggalah dia sendiri di langar itu. Tidak jauh dari tempatnya duduk bersila, nampak sebuah rumah sederhana di sebalik jendela. Mungkin rumah Ajengan, atau salah satu rumah pengurus Langgar, batinnya bergumam. Hingga nampak seorang perempuan keluar dari rumah dengan gagang sapu, Dokter Hasan seketika memalingkan mata, dengan wajah memerah.
.
   Mmmm, ada yang tau kenapa? Eh +_+
.
Ar, 05 Okt 2019
.
Footnote:
*) Sangat mungkin Mushaf Al Qur'an yang dibaca di kisah fiksi ini adalah Al Qur'an yang penulis jual, jika minat boleh segera pesan hehehe ...
.
   Tapi penampakannya bisa lihat gambar. Itu model Qur'an travel yang bersampul tahan air, dengan kertas QPP yang tahan hingga seratus tahun, ada kompas, mini sajadah, dan kantung kecil untuk menyimpa kartu di dalamnya. Hayukkk! Baca Qur'annya.
.
 

Selasa, 08 Oktober 2019

PENONTON .

Pagi kulihat menyeret semua orang untuk bekerja, mengundang dengan gigilnya untuk bangun dan berangkat paling pagi, karena telat beberapa menit saja telah membiarkan waktu dibuang percuma dalam kemacetan. Aku tertawa melihatnya, merasakan menang dengan pekerjanku yang dianggap merdeka, tidak terjajah rutinitas. Terlebih waktu terlalu sayang jika hanya dihabiskan mencari makan. Tapi aku ragu dengan makna kebebasan yang aku inginkan. Aku bosan.
*
.
Mentari terus merangkak naik. Masih dengan rambut rocker khas orang bangun tidur, kusesapi segelas kopi panas gratis seraya memandangi banyak manusia hilir mudik. Aku iri dengan semangat mereka, terlepas karena apa. Setidaknya mereka merasa mantap dengan rutinitas sehari-hari, tapi mereka mau kemana setelah tersibuk-sibuk seharian itu? Pasti pulang kerumah. Ah aku bertindak lebih cepat dan praktis, tqk perlu pergi kemana-mana, karena tos nantinya kembali pulang, lalu tidur. Sama saja.
**
.
Hari beranjak mulai terik, kopi telah tandas. Apalagi? Menulis serasa buntu tanpa riset. Aku harus berangkat, tapi kemana? Dimana para ide-ide itu berkumpul? Dan ah ya, mungkin ide-ide yang harus kukejar itu pun kelak akan pulang juga kerumah, dan tidur. Aku cukup menunggu mereka disini, dan kembali tidur.
***
.
Hari kian terik, telah cukup membuat semua orang bermandikan peluh bagi yang terus bergerak. Saat terbangun, kulihat di ujung jendela banyak manusia masih dengan hiruk pikuk mengejar berbagai tujuannya dengan mantap. Aku masih disini, mengejar kemerdekaan demi merasai waktu yang terlalu berharga jika hanya untuk menabung tinja di jamban. Tapi aku bosan, jika hanya jadi penonton idealismeku sendiri.
-

#Sumber gambar : news.detik.com
.
Ar, Jan 2019

TUMPAH RUAH SELEPAS HUJAN -

   Semakin senja, jalanan semakin ramai. Kali ini bukan hanya mahluk berjalan yang memakmurkan jalan raya, namun juga tai-tai beraneka ragam bentuk dan warna yang terusir deras air hujan dari persembunyiannya sekian kemarau. Dari warnanya yang gelap, dapat dipastikan tai-tai itu kian lama bersembunyi di got-got, namun banyak juga tai-tai segar kiriman penduduk kota yang telah putus asa menyediakan septitank untuk tai kolektifnya. Tai segar maupun lama sama saja, --bau, dan nyaris tanpa bentuk, terombang-ambing gelombang air meluap naik ke jalan raya.
-
   "Peduli setan! bisa hidup saja sudah syukur." Perempuan di sebelahku ini enteng saja membalas keterkejutanku, karena menyaksikan rombongan berbagai tai yang melintas anggun itu membuatku menutup hidung.
-
   “ Baiklah, semua sudah berusaha melempar tai seterhormat mungkin dengan membuat tempat-tempat tertutup, haha.” Aku tertawa mendengarnya. Entah mengapa ia seperti tersinggung, namun ia telah mengusai ilmu seni yang kupikir tidak diajarkan di sekolah-sekolah, sebuah seni membalas cibiran dengan begitu menggelikan. Setidaknya cukup lucu buatku, dan hiburan ini gratis.  Perempuan cantik ini sungguh supel dalam berbicara, gerak-geriknya menarik, dan ia bersikap seolah aku adalah lelaki paling laki-laki di muka bumi.
-
   Angin mengalun sedikit dingin, jalan-jalan kini basah selepas derasnya hujan, lalu  jalanan kembali riuh-ramai dengan pengendara yang melanjutkan perjalanan saat hujan mereda. Seketika suasana kurasakan menghangat dengan cepat.

***

   Namanya Nhia, seorang perempuan berwajah keras yang kukenali saat senja begitu membosankan. saat itu kami sama-sama terjebak kepenatan rutinitas sebagaimana para pengguna Bus Kota. Wajahnya yang jutek itu terlihat lucu saat harus rela berdesakan hingga sesak, sehanya ingin lebih irit beberapa ribu rupiah untuk ongkos pulang. Hingga kami dekat dengan sendirinya, hanya karena senyum yang tak sengaja kulempar sejak wajahnya menekuk menyesaki Bus Kota yang memang penuh. Dan ajaib! Ia meresponnya lebih. Hingga Sejak saat itu kusadari sebuah senyum memang bisa begitu bermakna, bahkan banyak makna.
-
   Kesan pertama begitu menggoda, tapi selanjutnya harus kusesali karena kami putus sehari selepas hujan senja, hanya karena perdebatan rombongan tai-tai yang meluap ke tepi jalan itu kami bahas panjang lebar hingga ke air seni.
-
   Sebagaimana pemuda yang patah hati ditinggal pacar, aku rasakan hari-hari gersang tanpa semangat. Tiada ada lagi warna-warna indahnya hidup yang merangsangku bergerak, kecuali mencari tempat mencurahkan air seni dan melempar tai, lalu mencari bahan-bahan mentah dan segala sarana untuk pembuatannya.
-
   Sejak saat itu, tai-tai begitu horor buatku, termasuk tai-tai kolektif yang meruah tumpah di tepi jalan raya saat got mampet tertutup sampah itu. Sialnya, kenangan bermalam dengan perempuan itu ikut serta menghantui. Karena dari perbincangan tai-tai kolektif, Nhia juga membicarakan air seni kolektif, dan kami berbeda pandangan dalam hal penuangan air seni itu. Jadilah aku merasakan terdampar sendiri di rimba kota penuh banjir tai dan air seni sendirian. Sungguh sedih , merasakan dilema antara takut dan butuh. Takut aromanya tercium, namun butuh pelampiasan sebagai mana penuangan seniman dengan air seninya.
-
   Meski hubungan kami yang terlahir dari main-main melempar senyum, namun pada akhirnya hatiku  jelas-jelas tidak ingin dipermainkan. Namun tidak demikian dengan Nhia, setiap jawaban sarkasnya yang serius, ternyata tidak serius dengan hatinya. Aku, dimatanya tidak berbeda dengan lelaki lainnya, yang mendapat balasan balik atas setiap hasrat yang ingin di ungkapkan. Kebetulan
sama-sama sedang sendiri saja, katanya. Hingga berbagai kesempatan, mengijinkan kami bersama.
**

Inilah kronologis bagaimana akhirnya kami harus putus semalam setelah jadian;
-
   Dari tai kolektif, perbincangan merembet ke air seni kolektif, yang aku ketahui belakangan senang mengoleksi berbagai macam air seni. Demi ketulusan, Nhia membuka diri sepolos-polosnya. Lalu kami saling mendapati kecocokan dan kepuasan.
-
   Hingga dengan serius aku utarakan perasaanku untuk menikahinya, tapi Nhia menolak. Karena menurutnya, seniman itu tidak boleh terikat demi kemurnian karya seni itu sendiri, begitu pun curahan air seni seorang lelaki. Nhia menolak superioritas air seni seorang lelaki atas perempuan. Sejak saat itu aku benci seni karena aturan pandangannya yang liar tidak menentu, seperti air seni keluar dari alat kelamin yang sama, namun sering dituangkan sembarangan.
-
   Para seniman memang bisa saja membela diri atas keterdesakan kebutuhan dirinya mencurahkan air seni, yang jika  semakin ditahan akan semakin menyakitkan. Namun pasti tidak semua menerima, jika air seni itu dituangkan juga ke dalam botol-botol kemasan, lalu dijual bebas, hingga ditenggak habis orang-orang kehausan. Menurutku, bicara hak asasi curahan para seniman memang harus banyak belajar dari alat kelamin dan air seninya sendiri. dan itu penting bagi setiap penuang air seni bermoral. Tapi Nhia berpandangan lain.
-
   Sebagai mana tai yang kami saksikan bersama selepas hujan di tepi jalan raya itu, air seni dewasa pun bisa dicurahkan secara kolektif (selain perorangan). Nhia terus bersikukuh dengan pemikirannya, karena menurutnya air seni dan tai itu dikeluarkan dari tempat yang begitu berdekatan, juga sama-sama mendesak, dan hanya beda wujud saja. “Jika tai saja bisa terkumpul secara kolektif di sebuang tabung septitank, mengapa air seni dewasa tidak?” Kata Nhia serius.
-
   Sebagai lelaki yang ingin bertanggung jawab, aku menolak keras pemikiran Nhia tentang bolehnya penuangan seni secara kolektif itu. Hingga perdebatan memuncak, memunculkan amarah dan serapah.
-
   “Dasar pelacur ...”
Kesabaranku jebol, membuat melontarkan sebuah kata yang kupikir harusnya paling menyakitkan bagi perempuan. Tapi beda dengan Nhia, masih tetap dengan khas wajahnya yang keras, lagi-lagi ia membalas dengan penuh citarasa seni;
-
   “Dasar egois! Seenaknya saja ingin mengusai fasilitas umum.” Katanya tenang, masih dengan penuh penghayatan.
-
ar
Bandung, 29 Okt. 2018
#pict:
ss dari https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/08/07202701/ini-solusi-pemprov-dki-atasi-masalah-limbah-wc-dibuang-ke-kali

Sabtu, 05 Oktober 2019

Panik

"TOLONG! TOLONG!!," Suara jeritan seorang bapak paruh baya seketika memecah malam yang sudah kian larut. Lalu segera ku beranjak keluar, demi kudengarkan suara sangat mendesak.
-
Setiba di luar, ternyata para tetangga yang lainpun telah berhamburan keluar, menuju satu asal suara yang ternyata berasal dari rumah Dokter Budi; seorang dokter spesialis anak di Rumah Sakit elit kota.
-
"ADA APA PAK?!, "Aku bertanya ikut panik, demi dilihat keadaan Dokter budi terduduk begitu histeris. Keadaannya begitu mengenaskan sebatas memakai sarung hingga pinggang, Pak Dokter kelonjotan meraung-raung, terus teriak minta tolong, sambil tangannya menunjuk-nunjuk kearah kamar.
Para tetangga yang lain tengah begitu tegang bercampur heran.
-
"Tenanglah dulu pak, ada apa sebenarnya?" Ku coba menepuk pundak Dokter Budi, lalu menyuruhnya minum setelah salah seorang menyodorkan air kemasan ke arah kami.
-
"Tolong, anak saya deman.." Dokter Budi terus saja menunjuk-nunjuk ke arah kediamannya sendiri.
Semua makin panik, karena tidak ada seorangpun di antara kami yang lebih mengenal medis dibanding Dokter Budi sendiri.
-
-ar
-Bdg, 29juni2017

Review Novel Assalamualaikum Adhea 2


Buah karya Anne Mursyid
.
Di review novel Assalamualaikum Adhea 2 kali ini sepertinya si pereview musti mengakui bahwa author telah berhasil menulis sebuah novel psikologi remaja yang begitu mengobok-ngobok kejiwaan para pembaca. Bagaimana tidak sukar Gaes! Biasanya kan remaja-Remaji itu digambarkan  riang dan meledak-ledak, atau melow yang tidak terkontrol, atau lebay on the way (eh ). Hingga para penulis novel remaja biasanya membubuhkan banyak dialog untuk memuluskan jalan cerita sebagai ciri khan keremajaa genrenya. Selamat! penulis telah sukses mengkombinasikan antara  paparan kejiwaan yang penuh haru-biru dengan percakapan segar khas remaja dengan pas untuk sebuah  novel Psikologi Remaja yang .
.
Well, dua figur yang jadi pemeran utama di jilid kedua ini (Adhe dan Dhea) nampak membuat bingung sang author untuk memilih satu (di antara dua pemeran utama) untuk dikurangi jam tayangnya. Maka di jilid dua inilah Adhe mengambil porsi lebih banyak--tampil.
                .
Seperti yang dikisahkan di Novel Assalamualaikum1 (jilid sebelumnya); di akhir ceritanya  Adhe mesti terpisah dengan ibu yang selalu menyayang-manja, dan keempat sahabat dekatnya di Armada lima, juga Dhea-nya sendiri (eh).
.
Maka di Novel Assalamualikum yang kedua ini penulis melukiskan bagaimana kejiwaan seorang remaja yang merasa dibuang oleh kakaknya sendiri, atau mungkin merasa terbuang namun tidak berani menyalahkan kenyataan (baca! Takdir). Hingga Adhe hanya bisa memendam amarah itu sendiri yang dapat dirasakan oleh teman-teman barunya di kamar Ali bin Abi Thalib tempat Adhe mukim selama nyantri di Pesantren Al Muhibbin Jombang, Jawa Timur. Adhe kian terlihat sifat melankolisnya. Sedang Dhea  makin diperlihatkan sikap lebih dewasa sebagai seorang perempuan dalam menyesapi kerinduannya yang kadang membuat bingung laki-laki ( wkwkwk).
.
Sebulan berlalu, enam bulan berlalu. Sedikit demi sedikit dikisahkan seorang Adhe berusaha tabah dengan lingkungan baru dengan menerima keadaan yang juga asing dengan dirinya. Hingga kerap Adhe memngingat Kak Bayu yang keras itu; Yang ingin adiknya menjadi kebanggan orang tua di dunia dan akhirat sebagai insan yang berbakti kepada nusa dan agamanya. Hingga pola pikir Adhe soal pendidikan di pesantren berubah sedikit demi sedikit. Dipastikannya sendiri oleh Adhe, bahwa semua rumor negatif di mata masyarakat itu salah total (tak percaya? Coba nyantri sonoh!).
.
Meski kesan baik dan kelebihan pola pendidikan pesantren telah dirasakan Adhe daripada sekolah umum di sekolah asal, rupanya amarahnya itu masih datang seperti angin yang datang tiba-tiba, tidak terduga. Setiap kali teringat kampung halaman, teringat Armada Lima, juga Dhea--yang dengan sembunyi-sembunyi dicintainya dalam diam itu- lagi-lagi membuat perasaan terasing dan dibuang itu kembali. Hingga suatu saat Adhe nekad kabur dari pesantren hanya karena melihat Bus Antar Kota saat hendak menemani sahabatnya mengambil uang  ATM di luar area Pesantren.
.
 Sedikit pendapat pereview ya Gaes! Memang ... Lingkungan pesantren yang Islami tidak menjamin semua orang yang berada dilingkungannya atau lulusannya akan  beramal Islami. Namun kita harus tahu, bahwa system pesantren jauh lebih efektif mendukung para santrinya untuk tetap fokus menuntut ilmu dan beradab. Misal, dengan dipisahkannya siswa dan siswi ddi kelas dan asrama untuk menghindari khalwat yang kerap menjurus ke cinlok. Karena cinlok bagi pelajar itu memang kasus umum yang sering bikin gagal fokus kepada pelajar. Dengan penekanan pemahaman dan pengamalan Akidah Ahlak dari kajian Talimul Adab yang dibudayakan di keseharian para santri-santrinya. Alangkah baiknya jika penulis Film D’ SANTRI juga membaca dan memahami maksud system aturan pesantren di novel ini.
.
 OK Lanjut ...
.
Hingga Adhe—akhirnya-menetapkan diri untuk menjadi santri sebaik-baiknya. Karakter Adhe yang melow kini jadi  lebih bijak dan  memahami maksud kak Bayu mengirim Adhe ke pesantren, seiring  amarah  Adhe dengan kenyataan yang kian surut. Hingga Adhe juga akhirnya dapat melihat  kebaikan para teman-temannya yang sejak awal kenal selalu berusaha menyemangati dan menyabarkan  Adhe untuk betah di Pesantren.
.
Tapi siapa yang sadar? Jika gerak rindu itu nyatanya kian bertambah. Hingga Adhe sempat kabur dari pesantren hanya karena merasa suntuk dan teringat kampung halaman. Arti sebuah persabatan dan cinta di ulas dengan halus di novel ini. Dan di jilid kedua ini, kita dapat melihat dengan lebih jelas bagaimana membedakan kelebihan dan keunikan di antara keduanya.
.
Di novel juga banyak istilah percakapan bahasa Arab yang terjemahnya justru di jelaskan sang penulis dengan percakapan para tokonya lagi (penjelasan tanpa fotenote atau catatan kecil) di keseharian para santri dipesantren, hingga—sedikitnya- kita juga akan tahu dan mudah-mudah mengerti akan percakapan dasar seorang santri dalam bahasa Arab.
..
Meski novel ini pemeran utamanya cenderung berkutat dangan kejiwaan para remaja yang melow becampur riang, enerjik, juga gokil meledak-ledak karena rindu, marah, kesal, bosan, dan kekerasan watak. Novel ini juga bagus untuk mengenalkan dan membiasakan suasana pesantren kepada para remaja agar betah menuntut ilmu agama dan mau nyantri di pesantren. Novel ini cocok untuk remaja dan orang tua, yang masing-masing dari dua generasi yang berbeda itu  akan mendapat banyak keuntungan ilmu yang berharga. (Baca sendiri deh kalo nggak percaya :D )
.
Lalu. Eh eh eh ... Masih sempat-sempatnya sang penulis juga membubuhi tiap chapter yang bejibun itu dengan Quotes yang kuat akan doa dan rindu (Seperti Quotes paling atas). Selain itu, penulis juga sempat menyisipkan peluruskan rumor negatif yang kadung mengakar urat di masyarakat.  Misal; Soal kasus kehilangan sendal jamaah yang seakan jadi biasa di masjid yang suci nan mulia. Atau pola hukuman yang diterapkan kepada para pelanggar justru tidak mendidik hingga makin membuat sipelaku tidak mengerti dengan pentingnya aturan. Dan penulis novel ini telah dengan rapi menjelaskan semuanya dengan tidak menggurui. Hmmm ...
 .
Sejak dari awal kisah,  nasib pemeran utama memang terus bergumul dengan kejiwaan dan kenyataan yang  awalnya susah payah untuk dapat diterima. Namun, seiring kita terus membaca lembar ke lembar dari novel ini, berbagai pelajaran pelembut jiwa dan pengukuh cita seorang remaja akan kita terus dapati dengan lirih merenda ke akhir cerita  (wow!).
.
Ya!  Akhirnya, saat pulang kampung bagi Adhe telah tiba. Segala rindu dan bahan cerita menarik telah dikemasnya dengan rapih untuk keluarga, sahabat dan Dhea sendiri (yang perempuan itu yang jadi sebab dirinya mendapatkan pelajaran sangat berharga untuk mengenal dan merasakan cinta pertama). Tapi siapa sangka, ternyata penulis memutuskan kerinduan Adhe kepada Dhea diperpanjang ... Gaes! Teganya tuh author huuuu (mewek deh yang review, rasanya telak di PHP, dan jadi makin penasaran dengan ending sebenarnya T_T)
.
Untuk itulah, kita harus terus membeli dan mengikuti kisah remaja-remaji  di Novel Assalamualaikum 3 kedepan. Dan novel ini bener-bener bikin baper Gaes ... Maka jangan lupa Taawuz Basmalah sebelum baca, eh :D
.
“Diamku adalah mencintaimu, diamku adalah mendoakanmu ....”
--- Salah satu Quotes AA2 -         
.
Ar, 4 Okt 2019
#review_buku_indie

Jumat, 04 Oktober 2019

Perjodohan



        "Hmm, soal jodoh itu memang aneh ya; Kita misal, yang sebelumnya berjauhan, tidak pernah bertemu, bahkan membayangkannya saja mungkin tidak sejelas kini lalu dipersatukan hingga sedekat ini. Meski ... juga dengan segala keanehan baru yang nampak." Katamu tiba-tiba.

         Kulihat kau kembali terdiam, namun buku tebal yang kau baca telah tertutup. Merenung, terdiam. Seakan ada kalimat lain yang ingin terucap, namun kau tetap diam.

"Iya, banyak teman bilang. Kok bisa dapet berondong?" Aku berkelakar, coba mencairkan wajahmu yang kaku. Buku itu mungkin terlalu berat bagimu, namun begitu memengaruhi.

"Itu perkataan asal jeplak," Katamu meninggi. Aku bingung, apa yang salah dengan kataku tadi. Tapi ku memilih diam, sesekali kulihat kau membaca kembali. Buku itu lagi, buku yang hampir melampaui ketebalan Al-Qur'an, yang sering mencuri bulan-bulan madu kita.

"Mmm, maksudnya keanehan baru gimana, tadi?" Kuabaikan sedikit kecewa, sedikit canda bagimu mungkin menjadi salah. Dan aku selalu ingin membuatmu nyaman, meski dengan berdiam saja. Atau masuk sekalian pada alam fikirmu yang kurasa keras, kurasa terlalu 'saklek'.

"Aneh, bagaimana aku sampai hati mencintai mahluk ribet sepertimu? Haha" Katamu enteng, kini wajahmu mengendur. Namun kini aku yang tersinggung.

"Maksudnya mahluk ribet?!" Seketika aku meninggi, tidak dapat bersabar lagi. Namun kau tetap tertawa kecil, seakan mencandai seorang gadis kecil di taman bermain.

"Maaf sayang, tapi itulah yang kulihat. Kaum kalian, kaum Hawa; berbusana anggun tidak sesimpel para lelaki, terlihat lemah dan lembut. Namun anehnya kaum lelaki suka, bahkan banyak yang menggilai kaum kalian. Padahal bila semua keanehan itu berlaku pada ku, kaum Adam. Takkan pernah mau, naudzubillah" Kau kembali tertawa, mengabaikan ku yang tidak ikut tertawa karena akulah peran utama kekonyolan.

"Hey, aku becanda.. Maaf" Tawamu tiba-tiba terhenti, kulihat wajahmu sedikit takut bercampur khawatir. Mungkin baru menyadari ataupun teringat. bahwa kami; kaum Hawa begitu sensitif perasaannya.

"Iya, perempuan memang aneh, memang ribet. Lalu kenapa Kalian mau ngejar-ngejar?"Aku melipat muka, kamu makin merasa bersalah. Lucu sekali, geli melihatmu seperti itu.

"Oh sayang. Maaf... Ya? Ya!?" Kau memelas, namun dalam hati aku tersenyum, rasanya aku telah menang kali ini.

#Tsabita, do'a seorang ibu

BERKELAMIN BERKENCAN BERKECAM-KECAM

pagi yang tabah
sendiri ia
melihat dedaunan lapar
kehausan, kekeringan, kematian
berlembar-lembar
 gugur menghampar
di riuh angin mencari pusaran
/
tangis, tak sempat lagi menunggui hati
ringkih langkah hingga patah digusur hari
semakin ramai semakin sepi
---semakin lama semakin mati
tak lagi ada yang bernyanyi
/
pagi yang tabah
riuh
menengadah
merenda, merendah, dan merekah
ratapi langit-langit yang terbelah
/
ah! tanah-tanah kian patah
jurang-jurang telah memisah begitu parah
mengangkang ia, ingin basah
mendesah ia, inginkan langkah
tanpa muka, yang beranak kian lucah
/
pagi yang tabah pun teringin
berputar riang
menatapi cermin
berkelamin, berkencan, berkecam-kecam
/
ar, 3 okt 2019

Selasa, 01 Oktober 2019

YANG MEMAKAN TUHANNYA SENDIRI .


Siapa yang tidak ingin tenar seperti ’Amr bin Luhay? Yang sejak kedatangannya dari negri makmur yang maju, lelaki itu kian populer dan banyak diikuti orang-orang di Mekkah. Kekayaan, Ketenaran, telah membuat pamor intelektualnya kian bersinar di mata para penduduk Kota Mekkah  yang fanatik kepada spiritual dan kegagahan.
.
 Kedatangannya dari Negri Syam disambut para penduduk kota Mekkah sebagai pembaharu yang berhasil. Lihat saja, banyak oranf pintar yang iri atas konsep ketuhanan yang dibawanya. Membuat iri para kahin ortodoks karena keluwesan ajarannya menuju tuhan. Selain mendekatkan kebaktian kepada Tuhan, ajarannya juga dirasa selaras dengan budaya penduduk yang terbiasa sibuk dengan perdagangan. Dengan isme yang dibawanya, para pengejar dunia dan akhirat dapat dibersamakan dalam ajarannya. Jenius bukan? Dan kau tidak mau kalah.
.
 Sejak kedatangan pembaharu teologi ketuhanan itu, kini kota mekkah mulai dibanjiri banyak ajaran teologi dari luar kota, bahkan hingga lebih dari tiga ratus para peminpinnya yang dengan bangga menyerahkan berbagai simbol kepada pemegang kunci mekkah. Sekali lagi kau tidak mau kalah. Kau berpikir keras untuk mengungguli semua itu meski keadaan perutmu sendiri tidak semakmur para pembaharu spiritual itu. Kau memutar otak beberapa hari, hingga akhirnya sebersit ide itu hadir dan kau rasakan sangat relevan dengan keadaan kota mekkah yang banyak dari penduduknya juga kelaparan
.
 Ah ya, bukankah dengan menjadikan diri salah satu pembaharu di kota ini akan dengan cepat menaikan pamor di Jazirah Arab. Ya ... ya! Mekah sebagai pusat haji juga menjadi titik strategis menyebarkan suatu ajaran dan pemikiran keseluruh dunia. Maka dengan segala yang kau punya, kau mulai membuat konsep ketuhanan baru. Kau menyebutnya sebagai simbol yang membawa kemakmuran, dan memberi solusi kepada orang-orang lapar.
.
 Maka, pagi ini kau bersemangat mulai membuat simbol ajaranmu, dengan segala harta yang ada. Kau membuat patung dari roti dan hendak di serahkan kepada juru kunci ka’bah.
.
 “Wahai orang jauh, mengapa kau ikuti orang-orang jahil itu membawa berhala dan mengotori millah Ibrahim yang Hanif? Tidakkah kau takut kepada Allah?” salah seorang dari suku Quraisy menegurmu.
.
Kau lihat ia masih terlalu kecil dan tidak punya kekuaatan sedkitipun untuk melindungi diri. Tapi meski begitu, kau coba berkata bijak demi menggali simpatik dari para pengikutmu yang baru. Bukankah aku membawa ajaran kemakmuran bagi orang-orang lemah? Batinmu bergumam sendiri.
.
“Ah tidak, kita bukan menyembah patung roti ini, tapi ini semua semata-mata untuk mendekatkan kita kepada Allah saja,”
.
Kau letakan kebanggaanmu di salah satu sudut komplek tawaf. Orang-orang mendatangimu, mendengar ceramahmu, dan di saat hari kian menerik, perut dan pengikutmu sendiri merasakan begitu lapar karena mejelis yang panjang hingga melupakan mencari makan.
.
Akhirnya kau memotong tangan tuhanmu yang lezat berbahankan roti itu. Para pengikutmu serentak maju, memakan  tuhan selepas kau kenyang dengan lengan kanan tuhan, dan kau lihat sekarang mereka memakan tuhanmu hingga habis.
.
Ar, 1 Okt 2019

#Gambar hanya ilustrasi, gambar ini hasil ss dari https://brilicious.brilio.net/