[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Kamis, 17 Oktober 2019

SANTUN SEJAK DALAM PIKIRAN

(Cerpen mini)

   “Baik-baik aja kok, semua system saraf normal, Soal kenapa adik ini gagap saat bicara ... Adik hanya harus sedikit santai, segala yang terlintas di benak, tak mesti segera diucapkan ... dan, tidak mesti takut nggak kebagian waktu bicara,” 
.
    Suara Dokter Hasan terdengar begitu teduh ditelinga remaja lelaki itu. Mendengarnya, seakan dunia dirasakan kembali terasa lapang.
.
   “Ta’ tapi Dok ... te’ tetangga saya di dekat rumah, bi’ bilang saya ada gangguan syarf karena gagap,” remaja lelaki itu seketika mengadu. Ada sedikit ragu yang ingin dihilangkan dibenaknya, dan sosok seorang Dokter dihadapannya itulah yang tentunya dianggap paling tahu soal kesehatan dan penyakit, bukan tetangga.
.
   “Apa tetangga Adik itu seorang tenaga medis ?” sahut Dokter Hasan santai, lagi-lagi senyum bersahaja itu terbit. Senyum itulah yang membuat pasien kali ini dapat merasa lebih tenang, hingga gagap bicaranya mereda.
.
   “Bu’ bukan... Dok.”
.
   “Hehe ... Tidak ngerti soal medis kok bilang Adik kena gangguan syaraf?” Dokter Hasan tertawa renyah. Remaja dihadapannya hanya ikut terkekeh pelan. Kali Dokter Hasan telah melenyapkan kekhawatiran pasiennya, keduanya merasa senang.
.
   “Mungkin adik merasa tertekan saja hingga bicara sedikt gagap, santai saja, nggak usah didenger semua apa kata orang, dan tenang ... jangan takut tidak kebagian balas bicara,”
.
   “Siap Dok, terima kasih banyak .... mmm, saya pamit,”
.
   “Kembali, banyak ... Dik.” Dokter Hasan kembali tertawa. Mereka kembali tertawa.
.
   Hingga akhirnya pasien remaja lelaki itu berlalu, Dokter Hasan sedikit menyenderkan tubuhnya sekadar mengendurkan ketegangan. Ada setengah jam kedepan ke waktu Dzuhur, biasanya tidak ada lagi pasien hendak berobat ke Puskesmas. Belum lama Dokter Hasan menempati ruang praktek sebagai dokter umum di PUSKESMAS Jati Mandiri--sebuah PUSKESMAS kecil yang belum lama didirikan pemerintah di jantung Kampung Sukatani. Karena tidak ingin waktu berlalu begitu saja, tangan kanan Dokter muda itu segera membuka laci, dan mengambil Qur’an terjemahan.
Dibukanya kitab suci itu dengan asal, selepas bismilah dalam hati. Dan tertegun, mendapati ternyata yang terbuka kali ini adalah surah Al An’aam ayat seratus sembilan belas. Ada sebagian kalimat yang begitu menyita perhatiannya, lalu batinnya menggumam sendiri, membaca sekilas ayat Allah tersebut;
.
   --“ ... Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan ....” (*
.
   Apakah remaja tadi juga termasuk korban hawa napsu sebagian orang yang bicara tanpa pengetahuan? Dokter hasan membatin. Wallahu’alam, segera dijawabnya kembaki pikirannya yang melintas begitu saja. Perasaannya takut, termasuk yang mendahului Allah dan Rasul dengan menganggap telah memahami dengan sebenarnya akan akan ayat itu. Lalu kedua matanya sekali membaca satu ayat itu. Kali ini ia perhatikan satu ayat seluruhnya, dengan lengkap;
.
   --- “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” ---
.
  Demi membacanya berulang, seketika Dokter Hasan merasakan pikirannya penuh. Hingga tak Adzan Dzuhur terdengar, dirinya baru kuasa menutup kitab suci yang dipegangnya.
***
.
    Di Kampung Sukatani, kebanyakan para penduduknya terbiasa bangun sejak malam belum beranjak sepenuhnya. Selepas para lelakinya berjamaah shalat subuh di Langgar, biasanya mereka bercengkrama sejenak, satu sama lain, sebelum masing-masing dari mereka pergi ke ladang atau sawah. Dokter Hasan kali termasuk di dalamnya, ikut berbaur dengan para warga setempat meski hanya diam dan mendengarkan. Sebagai seorang pendatang, Dokter Hasan terlalu sungkan untuk ikut bicara, dan juga ... dirinya memang kurang mengenal apa-apa tentang pertanian.
.
    Akhirnya satu persatu jamaah Langgar berlalu, tinggalah dia sendiri di langar itu. Tidak jauh dari tempatnya duduk bersila, nampak sebuah rumah sederhana di sebalik jendela. Mungkin rumah Ajengan, atau salah satu rumah pengurus Langgar, batinnya bergumam. Hingga nampak seorang perempuan keluar dari rumah dengan gagang sapu, Dokter Hasan seketika memalingkan mata, dengan wajah memerah.
.
   Mmmm, ada yang tau kenapa? Eh +_+
.
Ar, 05 Okt 2019
.
Footnote:
*) Sangat mungkin Mushaf Al Qur'an yang dibaca di kisah fiksi ini adalah Al Qur'an yang penulis jual, jika minat boleh segera pesan hehehe ...
.
   Tapi penampakannya bisa lihat gambar. Itu model Qur'an travel yang bersampul tahan air, dengan kertas QPP yang tahan hingga seratus tahun, ada kompas, mini sajadah, dan kantung kecil untuk menyimpa kartu di dalamnya. Hayukkk! Baca Qur'annya.
.
 

Tidak ada komentar: