[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Sabtu, 17 November 2018

Bocah Terbelah


Ampun, berbisik sendiri. Segerak-gerak memang telah berdaya, seperti merasakan keterbelahan dalam jiwa, dan setiap belah itu mengambil arahnya sendiri. Amboi, seketika arah seperti hidup sebagaimana seorang sahabat dalam mataku, dan jika memang bisa, ingin aku bertanya;
.
"Sesakit ini kah sang arah terbelah? Sebagiannya ke barat, sebagian nya ke timur, ada yang ke Utara, juga Selatan."
.
Namun pikirku sendiri menjawabnya, bahwa segala penghuni ruang telah di hidupkan ditengahnya, biarlah arah membelah, saling berpisah, agar terisi udara dan jarak untuk bernapas dan bergerak, sebagaimana hidup.
.
Namun hingga kapan berpisah? Kembali tergopoh-gopoh menelisik si entah nalar ini gumamkan. Sekarang nalar membisu, berganti imagi mengambil serta. "Barangkali itulah kiamat, katanya. Karena jika segala arah menyatu, segala yang bergerak ditengahnya akan merapat, berembuk, dan mungkin hancur lebur, seperti milyaran bintang, menuju satu titik blackhole.
.
Lalu segala bubur bintang itu kemana? Nalar kembali angkat bicara, imagi terdiam sejenak, rontok sudah napasnya meladeni nalar.
.
Arah dan gemintang yang terus terpisah entah kemana, bersatu pun entah kemana? Ah arah itu sendiri entah kemana.
.
Sudah diamlah kalian berdua, sebuah suara lain menguntit tiba-tiba. Semua itu akan terjawab jika bertanya langsung pemiliknya, katanya.
.
Ampun, ampun, kini ada suara lain terus meronta, acuh dengan gaduh saling suara itu.
.
Ampun, suaranya kembali merintih, seperti ingin hentikan semua pertanyaan yang saling menimpah, suara itu terasa begitu jauh dan dekat sekaligus . Tapi suara siapa?
.
Ampun, kini suara setiap huruf yang terbaca meratap serta. Sebagaimana bocah beringus bingung, hendak mengikut siapa. Ayah? Atau ibu?
.
Mengapa harus berpisah?, Ucap bocah itu bergejolak, namun mulutnya dipaksa bisu ketakutan.
.
Ar, Nop 2018

Tidak ada komentar: