[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Sabtu, 24 November 2018

Kabut Fiksi Dalam Diri


Lelaki itu ingin berhenti  bernalar, menghempaskan seisi jasad ke ranjang. Namun tidak bisa. Kedua matanya terus saja dipaksa terjaga pemikirannya yang enggan berhenti, terus berputar mencari pangkal ujung segala masalah yang nyatanya tidak ada dalam pemikiran. Inilah kesetiaan. Dimana nalar terus saja bekerja, coba kalkulasi segala hukum sebab-akibat --seluas wawasan yang teraih- hingga tenaga terakhir tercurah demi menentramkan sang hati yang gelisah. Sebagaimana patih terhadap raja. Meski raja itu nyatanya begitu sering berubah-ubah inginnya, seperti arah angin. Sifat fana lamat-lamat terkecap manisnya di saat-saat seperti ini, di saat nalar tak menemu lagi titik temu pangkal untuk melapor kepada hati. Nalar tahu, tidur kerap menyegarkan ketajaman kemampuannya, namun ingin sang hati tidak ingin mengerti itu semua. Lucu! Sang raja yang memandang jauh keluar alam nalar terus saja memaksa patihnya yang tak akan bisa ikut serta melintas sekat alam logika itu. Hingga sedemi-demi karena tidak ingin membuat sang raja kecewa, nalar menurunkan ketajaman peran fungsinya untuk menganjurkan kepada tuannya itu sebuah jalan wisata naluri paling purba kepada sang raja. Sibuklah seisi kerajaan mengejar segala simbol kepuasan dalam berahi, hingga lupalah raja dengan sejarah kedengkian Azazil perihal jabatan, lupakan sejarah Sulaiman perihal rasa syukur dengan segala nikmat yang di berikan, lupa pula ia dengan sejarah keberserahan Yusuf kepada Sang Pencipta.
.
Ah iya, sejak awal tulisan ini pun mungkin lupa kepada Sang Pemberi segala kemampuan dan sifat yang tertulis dalam cerita ini. Para pembaca pasti kesal, karena ketidaksetiaan –meski sebatas- mengingat  kepada Penciptanya sendiri. Alangkah lucunya.
*
Ar, 24112018

Tidak ada komentar: