[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Selasa, 08 Oktober 2019

TUMPAH RUAH SELEPAS HUJAN -

   Semakin senja, jalanan semakin ramai. Kali ini bukan hanya mahluk berjalan yang memakmurkan jalan raya, namun juga tai-tai beraneka ragam bentuk dan warna yang terusir deras air hujan dari persembunyiannya sekian kemarau. Dari warnanya yang gelap, dapat dipastikan tai-tai itu kian lama bersembunyi di got-got, namun banyak juga tai-tai segar kiriman penduduk kota yang telah putus asa menyediakan septitank untuk tai kolektifnya. Tai segar maupun lama sama saja, --bau, dan nyaris tanpa bentuk, terombang-ambing gelombang air meluap naik ke jalan raya.
-
   "Peduli setan! bisa hidup saja sudah syukur." Perempuan di sebelahku ini enteng saja membalas keterkejutanku, karena menyaksikan rombongan berbagai tai yang melintas anggun itu membuatku menutup hidung.
-
   “ Baiklah, semua sudah berusaha melempar tai seterhormat mungkin dengan membuat tempat-tempat tertutup, haha.” Aku tertawa mendengarnya. Entah mengapa ia seperti tersinggung, namun ia telah mengusai ilmu seni yang kupikir tidak diajarkan di sekolah-sekolah, sebuah seni membalas cibiran dengan begitu menggelikan. Setidaknya cukup lucu buatku, dan hiburan ini gratis.  Perempuan cantik ini sungguh supel dalam berbicara, gerak-geriknya menarik, dan ia bersikap seolah aku adalah lelaki paling laki-laki di muka bumi.
-
   Angin mengalun sedikit dingin, jalan-jalan kini basah selepas derasnya hujan, lalu  jalanan kembali riuh-ramai dengan pengendara yang melanjutkan perjalanan saat hujan mereda. Seketika suasana kurasakan menghangat dengan cepat.

***

   Namanya Nhia, seorang perempuan berwajah keras yang kukenali saat senja begitu membosankan. saat itu kami sama-sama terjebak kepenatan rutinitas sebagaimana para pengguna Bus Kota. Wajahnya yang jutek itu terlihat lucu saat harus rela berdesakan hingga sesak, sehanya ingin lebih irit beberapa ribu rupiah untuk ongkos pulang. Hingga kami dekat dengan sendirinya, hanya karena senyum yang tak sengaja kulempar sejak wajahnya menekuk menyesaki Bus Kota yang memang penuh. Dan ajaib! Ia meresponnya lebih. Hingga Sejak saat itu kusadari sebuah senyum memang bisa begitu bermakna, bahkan banyak makna.
-
   Kesan pertama begitu menggoda, tapi selanjutnya harus kusesali karena kami putus sehari selepas hujan senja, hanya karena perdebatan rombongan tai-tai yang meluap ke tepi jalan itu kami bahas panjang lebar hingga ke air seni.
-
   Sebagaimana pemuda yang patah hati ditinggal pacar, aku rasakan hari-hari gersang tanpa semangat. Tiada ada lagi warna-warna indahnya hidup yang merangsangku bergerak, kecuali mencari tempat mencurahkan air seni dan melempar tai, lalu mencari bahan-bahan mentah dan segala sarana untuk pembuatannya.
-
   Sejak saat itu, tai-tai begitu horor buatku, termasuk tai-tai kolektif yang meruah tumpah di tepi jalan raya saat got mampet tertutup sampah itu. Sialnya, kenangan bermalam dengan perempuan itu ikut serta menghantui. Karena dari perbincangan tai-tai kolektif, Nhia juga membicarakan air seni kolektif, dan kami berbeda pandangan dalam hal penuangan air seni itu. Jadilah aku merasakan terdampar sendiri di rimba kota penuh banjir tai dan air seni sendirian. Sungguh sedih , merasakan dilema antara takut dan butuh. Takut aromanya tercium, namun butuh pelampiasan sebagai mana penuangan seniman dengan air seninya.
-
   Meski hubungan kami yang terlahir dari main-main melempar senyum, namun pada akhirnya hatiku  jelas-jelas tidak ingin dipermainkan. Namun tidak demikian dengan Nhia, setiap jawaban sarkasnya yang serius, ternyata tidak serius dengan hatinya. Aku, dimatanya tidak berbeda dengan lelaki lainnya, yang mendapat balasan balik atas setiap hasrat yang ingin di ungkapkan. Kebetulan
sama-sama sedang sendiri saja, katanya. Hingga berbagai kesempatan, mengijinkan kami bersama.
**

Inilah kronologis bagaimana akhirnya kami harus putus semalam setelah jadian;
-
   Dari tai kolektif, perbincangan merembet ke air seni kolektif, yang aku ketahui belakangan senang mengoleksi berbagai macam air seni. Demi ketulusan, Nhia membuka diri sepolos-polosnya. Lalu kami saling mendapati kecocokan dan kepuasan.
-
   Hingga dengan serius aku utarakan perasaanku untuk menikahinya, tapi Nhia menolak. Karena menurutnya, seniman itu tidak boleh terikat demi kemurnian karya seni itu sendiri, begitu pun curahan air seni seorang lelaki. Nhia menolak superioritas air seni seorang lelaki atas perempuan. Sejak saat itu aku benci seni karena aturan pandangannya yang liar tidak menentu, seperti air seni keluar dari alat kelamin yang sama, namun sering dituangkan sembarangan.
-
   Para seniman memang bisa saja membela diri atas keterdesakan kebutuhan dirinya mencurahkan air seni, yang jika  semakin ditahan akan semakin menyakitkan. Namun pasti tidak semua menerima, jika air seni itu dituangkan juga ke dalam botol-botol kemasan, lalu dijual bebas, hingga ditenggak habis orang-orang kehausan. Menurutku, bicara hak asasi curahan para seniman memang harus banyak belajar dari alat kelamin dan air seninya sendiri. dan itu penting bagi setiap penuang air seni bermoral. Tapi Nhia berpandangan lain.
-
   Sebagai mana tai yang kami saksikan bersama selepas hujan di tepi jalan raya itu, air seni dewasa pun bisa dicurahkan secara kolektif (selain perorangan). Nhia terus bersikukuh dengan pemikirannya, karena menurutnya air seni dan tai itu dikeluarkan dari tempat yang begitu berdekatan, juga sama-sama mendesak, dan hanya beda wujud saja. “Jika tai saja bisa terkumpul secara kolektif di sebuang tabung septitank, mengapa air seni dewasa tidak?” Kata Nhia serius.
-
   Sebagai lelaki yang ingin bertanggung jawab, aku menolak keras pemikiran Nhia tentang bolehnya penuangan seni secara kolektif itu. Hingga perdebatan memuncak, memunculkan amarah dan serapah.
-
   “Dasar pelacur ...”
Kesabaranku jebol, membuat melontarkan sebuah kata yang kupikir harusnya paling menyakitkan bagi perempuan. Tapi beda dengan Nhia, masih tetap dengan khas wajahnya yang keras, lagi-lagi ia membalas dengan penuh citarasa seni;
-
   “Dasar egois! Seenaknya saja ingin mengusai fasilitas umum.” Katanya tenang, masih dengan penuh penghayatan.
-
ar
Bandung, 29 Okt. 2018
#pict:
ss dari https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/08/07202701/ini-solusi-pemprov-dki-atasi-masalah-limbah-wc-dibuang-ke-kali

Tidak ada komentar: