[^__^] Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh [^__^]

Rabu, 04 Oktober 2017

Kerlip-kerlip Harapan [12]

12. Bunga Samar Merah Pujaan

Pola-pola benang merah dalam kehidupan terlihat begitu lirih dan rapih, indah, sekaligus misterius, membentuk suatu pola yang kokoh di satu payung hukum yang tidak dapat dirubah manusia. Seindah hubungan lalat yang mati terperosok ke dasar bunga bangkai karena lalat itu tertarik bau-bauan busuk yang menyeruak dari bunga tersebut, atau hubungan lebah madu yang lembut menghisap madu pada putik sari bunga-bunga rupawan yang harum mengundang para lebah itu singgah. Kedua jenis bunga itu berpijak pada tanah yang sama dengan karakteristik akarnya yang berbeda, sama-sama juga menyerap zat hara berguna di dalam tanah sana, namun bertahan hidup dalam kediamannya dengan cara berbeda. Lalu akankah bunga bangkai merasa iri dan berharap menjadi setangkai mawar yang indah, yang merekah harum dan tidak dikerubungi lalat-lalat penyebar kuman kecuali sang lebah yang santun dan cerdas membangun sarang dan menghasilkan madu? Tidak mungkin sebuah bunga iri, apalagi dengki terhadap bunga lainnya, pun bunga itu jauh lebih harum nan indah dipandangan mata, karena bunga bukanlah manusia yang mempunyai rasa iri dan dengki. Ratna masih tertegun dengan deskripsi dan gambar tanaman Kantong Semar dari jenis bunga bangkai yang ditampilkan perambah smartphone dalam genggamannya.

Sejak Airin tiada, Ratna perlahan kembali melarikan waktu penatnya kepada hobi masa kecilnya. Menanam tanaman taman jenis bunga-bungaan yang dapat tumbuh subur di ruang sempit menjadi pilihannya, untuk itulah ia terus menjelajah berbagai deskripsi berbagai jenis bunga di mesin pencari dari salah satu web internet, dan tanaman Kantong Semar ikut hadir dalam daftar dengan kata kunci ‘bunga’ yang ia ketik.

“Dasar mesin oon!” Sebagai penghobi bunga, Ratna bergidik saat membaca deskripsi salah satu jenis tanaman bunga bangkai tersebut. Bathinnya merasa keberatan akan hasil kerja mesin perambah web tersebut, jika bunga bangkai termasuk tanaman bunga-bungaan, karena yang ia tahu, bunga itu identik dengan keindahan dan keharuman yang dilepaskan rekahan mahkota dan putiknya di saat mekar. Pagi-pagi buta yang masih sepi disuatu losmen, seorang perempuan cantik sudah mengawalinya dengan umpatan-umpatan ghaib dari telinganya sendiri.

“TOLOOONGGG!”

Sebuah teriakan panjang seketika membuyarkan perenungan Ratna, seketika ia terlonjak dari kursi malasnya segera berlari menuju ke arah suara, “seperti suara dari ruang Momi,” bisiknya. Dengan masih berbusana tidur, Ratna segera berlari ke arah tangga naik yang langsung terhubung kelantai paling atas, dimana ruang pribadi Momi berada.

“ADA APA?!” Ratna seketika bertanya dengan bentakan spontan, sejak pertama kali melihat seorang petugas kamar hanya terik-teriak minta tolong dengan panik, berdiri kian kemari di depan mulut pintu ruang Momi seperti orang gila. Hingga tidak lama membuat para tamu VVIP yang berada dilantai yang sama dengan ruang Momi ikut berhamburan kaluar demi mendengar teriakan petugas ruanganitu.

“Itu! Itu ,lihat langsung ke dalam mbak!” Perempuan itu masih sulit berkata dengan tenang, hanya dapat menunjuk-nunjuk cepat ke dalam ruang pribadi Momi. Tidak banyak berkata lagi, Ratna segera memasukinya sendiri.

“JOHAN! TIDAAAKKK!” Kini Ratna yang mendadak lebih panik dari petugas yang ditanyainya sendiri sebelumnya, demi melihat tubuh kekasihnya tergelatak di hamparan karpet di dekat sofa dengan darah membanjir dari bagian leher. Mata kekasih Ratna itu melotot kosong dengan mulut terbuka, kaku, dengan tubuh setengah telanjang. Seketika Ratna terhuyung, lalu ambruk tak sadarkan diri.
***

“Ijinkan saya ikut Airin,” Wajah Ratna begitu pucat, meraih tangan kanan Airin yang terjuntai bebas di samping tubuhnya sendiri.

“Ikut kemana?” Airin heran dengan pernyataan temannya yang seketika itu, lalu matanya menyiratkan bertambah-tambahnya keheranan karena melihat wajah Ratna begitu pucat, dingin tanpa ekspresi seperti biasanya.

“Bawa serta aku kemana pun kamu pergi, kemana pun..” Wajah yang terlihat murung kian bertambah-tambah muramnya, begitu dingin dengan sorot mata yang tajam namun kosong tanpa binar kehidupan.

“Apa maksudmu Ratna?” Teriak Airin, namun suaranya seperi tertahan. Sementara wajah dihadapannya begitu muram memandanginya dingin, terlihat menjauh tanpa melangkah mundur, lalu raib tertelan kabut asap.

“RATNA!” Airin seketika teriak, hingga terduduk, terbangun. Dengan masih merasa panik karena mimpi, matanya kian kemari memandang berkeliling, merasa asing. Ia tertidur dengan masih mengenankan jaket longgarnya dengan penutup kepala yang menyembunyikan rambut lurusnya yang hitam sebahu.

“Ini kamar siapa?” Airin membatin, dilihatnya berbagai pernak pernik khas wanita menghiasi dinding kamar yang sempit. Ada satu rak penuh berisi buku dan novel di jajaran kanan sebelah risbang yang baru saja ia tiduril, lalu meja belajar kecil dari arah kaki yang langsung menghubungkannya ke dumia luar melalui jendela setengah badan, hingga matanya terhenti ke jajaran dinding sebelah kiri, nampak foto seorang perempuan berjilbab merah muda dengan mata sipit tengah tersenyum. Hingga ia tersadarkan sebuah suara halus saat pintu di dekat foto itu terbuka.

“Kakak sudah bangun?” Seorang perempuan yang persis sama dengan foto yang dilihat Airin kini masuk, mendekat. Airin tidak mengenalnya sama sekali, tapi bibirnya tertahan untuk terus menjawab atau bertanya.

“Kata Abah, kakak tertidur pagi tadi,” Wanita anggun itu duduk dengan berkata lirih, nampak senyumannya terasa dipaksakan. Airin masih terdiam, coba dengan cepat mengingat semuanya, hingga ia terbangun baru saja.

“Ardhi mana?” Airin langsung bertanya dengan langsung menatap wajah manis pemilik kamar.

“Oh Kak Ardhi, entahlah kak, saya pun tidak melihatnya, hanya saja tadi pagi Abah terdengar seperti marah-marah, saat setelah Kak Ardhi dan teman yang satunya memboyong kakak yang ketiduran ke kamar ini, dan tidak terlihat lagi saat saya menghampiri Abah kedepan.

“Sebenarnya ada apa kak? Kapan kalian tiba di rumah ini? nampaknya saya telah tertidur saat kalian datang,” Mata yang sipit makin menyipit, coba mengetahui apa yang terjadi sebenarnya, hingga Abahnya marah di pagi buta. Tapi Airin hanya menggeleng, hatinya mendesah karena harus kembali terpisah dengan Ardhi.

#kerlip-kerlip Harapan
21 September 2017

Tidak ada komentar: